Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejar Produktivitas, KKP Dorong Pengembangan Pentokolan Udang Windu

Kompas.com - 07/02/2023, 17:10 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong pengembangan komoditas udang windu, salah satunya melalui pengembangan outlet pentokolan.

Hal ini terutama dilakukan di tambak tradisional yang tersebar di pantai utara (pantura) Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Utara.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Tb Haeru Rahayu mengatakan, sejak tahun 2022, Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara mengembangkan inovasi pentokolan benih udang windu dengan membangun outlet pentokolan di kawasan budidaya udang windu.

Baca juga: KKP Buka Peluang Investasi di Kawasan Teluk Cendrawasih

Hingga saat ini setidaknya terdapat sebanyak 5 outlet pentokolan antara lain di Kabupaten Brebes, Sidoarjo, Gresik, Kalimantan Barat, dan di Kota Tarakan.

"Inovasi pengembangan outlet pentokolan, harus didorong secara masif di berbagai daerah, sebagai upaya merevitalisasi tambak tradisional," ujar dia dalam keterangan resmi, Selasa (7/2/2023).

Pria yang karib disapa Tebe itu menjelaskan, pihaknya terus berupaya meningkatkan produktivitas dari udang windu itu. Dengan begitu, udang windu dapat memberikan keuntungan lebih tinggi bagi pembudidaya.

Sementara itu, Kepala BBPBAP Jepara Supito menjelaskan, masalah utama tambak tradisional adalah kualitas lingkungan budidaya, sehingga menyebabkan Survival Rate (SR) rendah yang akhirnya berdampak pada produksi udang windu yang rendah juga.

Supito menjelaskan, pentokolan udang windu lebih baik daripada penggunaan benur langsung. Ketika menggunakan benur (panjang 10 mm) langsung, survival rate (SR) hanya 10 persen dengan harga benur Rp 30 per ekor.

Baca juga: Belum Kantongi Izin, KKP Hentikan Dua Proyek Reklamasi di Kepulauan Riau

Dengan kata lain, secara ekonomi sebenarnya harga benih yang dibeli mencapai Rp 300 per ekor

Sementara, penggunaan tokolan (panjang 1,2 cm) memiliki SR sampai 50 persen dengan harga Rp 60 per ekor. Dengan begitu, harga benih sebenarnya hanya Rp 120.

"Artinya sebenarnya harga tokolan lebih murah dibanding benur dengan tingkat SR yang sangat rendah," terang dia.

Sementara itu, salah seorang pembudidaya udang windu di Kabupaten Sidoarjo bernama Edi Supriyanto mengaku mendapatkan hasil yang signifikan setelah memakai benur hasil pentokolan.

"Dibanding dengan penebaran sebelumnya yang tidak menggunakan tokolan, setelah menggunaan tokolan panen kali ini jauh mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Peningkatannya bisa 100 persen," ucap Edi.

Sebagai informasi, udang windu sendiri adalah udang asli Indonesia.

Baca juga: Pesawat Susi Air Diduga Dibakar KKB, Susi Pudjiastuti Doakan Keselamatan Pilot dan Penumpang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com