Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib RUU PPRT, 19 Tahun "Digantung", Ketua Panja: Sudah Surati DPR Tak Direspons

Kompas.com - 15/02/2023, 17:53 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR RI Willy Aditya mengungkapkan dinamikanya memperjuangkan agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) untuk disahkan.

Dia bilang, telah bersurat serta telah melakukan pertemuan dengan Ketua DPR, Puan Maharani mengenai substansi RUU PPRT. Sayangnya, pertemuan tersebut tidak menuai hasil. Malah tidak juga mendapatkan respon. Hal itu dia ungkapkan dalam Forum Diskusi membahas mengenai RUU PPRT, secara virtual.

"Saya sudah tiga kali bersurat kepada pimpinan untuk kemudian meminta itu (RUU PPRT) diplenokan. Bahkan terakhir, saya secara khusus meminta waktu ke Mba Puan, ke Ketua DPR untuk menjelaskan substansi dari rancangan undang-undang ini dan tidak ada respons sama sekali, baik secara langsung maupun melalui lingkaran beliau," ungkapnya, Rabu (15/2/2023).

Baca juga: Dukungan Jokowi untuk RUU PRT: Lampu Hijau Ratifikasi Konvensi ILO 189?

Willy yang juga merupakan Ketua Panja RUU PPRT ini bilang, akan melakukan perang terbuka terhadap Ketua DPR atas ketidakresponan tersebut.

"Apa usaha terakhir kita? ini memang agak sedikit frontal dan akan terjadi, ya boleh dibilang perang terbuka lah. Suka tidak suka, senang tidak senang kita akan menggunakan taktik DPR. Apa itu taktik DPR? segala sesuatu yang sudah diputuskan oleh AKD terkait tidak boleh di-deny (sangkal) atau di-hold (tahan) oleh pimpinan," sambung dia.

Baca juga: Ancaman Kekerasan Pekerja Rumah Tangga di Tengah RUU PRT yang Belum Disahkan sejak 18 Tahun Silam

Upaya lainnya yakni dengan melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). "Apalagi alasannya butuh pendalaman, itu kan suatu hal ya boleh dibilang set back (mundur). Ikhtiar kita bila ini tidak digubris juga, ya itu kita bisa MKDkan Ketua DPRnya. Karena melanggar tata tertib DPR sendiri," ujar Willy.

Padahal kata Willy, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan pernyataan agar RUU PPRT segera disahkan. Lantaran RUU PPRT telah dibahas selama 19 tahun namun tak kunjung menjadi undang-undang.

Ditambah lagi, presiden mengirimkan delegasinya ke DPR untuk membahas terkait RUU PPRT tersebut. Tanggapan DPR, justru tidak sesuai yang diharapkan.

"Jadi ini upaya kita suka enggak suka, senang enggak senang jadi perang terbuka. Karena sudah buta matanya, sudah tuli kupingnya, tidak mau merespon sama sekali. Kita berharap statement Presiden itu menjadi trigger (pemicu), ternyata tidak direspons dengan hal yang sama," ungkapnya.

Baca juga: Menaker: RUU PPRT Mendesak untuk Disahkan Jadi UU


Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi meminta tiga Menteri Kabinetnya yakni Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Menteri Hukum dan HAM segera menyelesaikan RUU PPRT yang tak kunjung selesai.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pun mengatakan, pemerintah sudah siap menyambut RUU PPRT menjadi RUU inisiatif DPR RI. Menurutnya, keberadaan UU PPRT sangat mendesak karena pekerja rumah tangga dalam menjalankan pekerjaannya berada di ruang privat sehingga memungkinkan terjadi kerentanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

5 Cara Beli Emas di Pegadaian, Bisa Tunai dan Nyicil

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com