Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kementan Gandeng Ombudsman Optimalkan Pengawasan Distribusi Pupuk Bersubsidi

Kompas.com - 02/03/2023, 12:17 WIB
Fransisca Andeska Gladiaventa,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.comKementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Ombudsman Republik Indonesia (RI) untuk mengoptimalisasi pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi.

Sinergi tersebut menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi para petani.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, salah satu langkah yang telah disepakati dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) adalah melakukan perubahan kebijakan pupuk bersubsidi sebagai hasil pembahasan dengan seluruh pihak terkait, termasuk Ombudsman.

Adapun perubahan kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.

“Langkah ini untuk menjawab isu krisis pangan global sebagai dampak dari Pandemi Covid-19, geopolitik, dan adanya disrupsi rantai pasok global yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa,” ungkap SYL lewat keterangan persnya, Kamis (2/3/2023).

Hal tersebut disampaikan SYL saat membuka Rapat Koordinasi Pengelolaan dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi Tahun 2023 di Bogor, Rabu (1/3/2023).

Baca juga: Antisipasi Lahan Pertanian Terendam Banjir, Kementan Siapkan Pompanisasi hingga Asuransi Pertanian

SYL menambahkan, sinergi pengawalan pupuk bersubsidi bersama dengan Ombudsman merupakan langkah penting, karena rakyat dan negara bergantung pada pangan dan pertanian.

"(Pangan dan pertanian) merupakan sektor yang banyak menyerap lapangan kerja. Maka dari itu, distribusi pupuk harus benar-benar dikawal,” tuturnya.

Menurutnya, terdapat tiga perubahan kebijakan pemerintah dalam Permentan Nomor 10 Tahun 2022. Pertama, perubahan jenis pupuk dari yang semula berupa Urea, SP36, ZA, NPK, dan organik menjadi pupuk Urea dan NPK.

Kedua, perubahan peruntukan menjadi melakukan usaha tani dengan lahan paling luas 2 hektar (ha) untuk sembilan komoditas pangan pokok dan strategis, seperti padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao.

“Langkah dan kebijakan ini ditetapkan agar produk hasil pertanian kita yang terutama memiliki kontribusi sebagai bahan pangan pokok dan berdampak terhadap inflasi bisa terus terjaga. Dengan demikian, diharapkan ketahanan pangan nasional Indonesia dapat terwujud,” jelas Mentan SYL.

Baca juga: Mentan SYL: Produktivitas Sawit Nasional Rendah, Baru 3–4 Ton per Hektar

Ketiga, perubahan mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial atau data luas lahan dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan).

Perubahan ini, lanjut Mentan SYL, juga tetap mempertimbangkan luas baku lahan sawah yang dilindungi (LP2B), sehingga penyaluran pupuk bersubsidi akan lebih tepat sasaran dan lebih akurat sesuai dengan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Petani tetap berhak mendapatkan pupuk bersubsidi selama melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan atau perkebunan dengan luas lahan 2 ha yang setiap musim tanam tergabung dalam kelompok tani yang terdaftar,” jelas Mentan SYL.

Pupuk bersubsidi punya fungsi strategis

Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Ombudsman guna mengoptimalisasi pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di Indonesia untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pupuk terutama untuk petani. DOK. Humas Kementan Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Ombudsman guna mengoptimalisasi pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi di Indonesia untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pupuk terutama untuk petani.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com