Ancaman Flu Babi Afrika Bikin Pengusaha Panik

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa mengungkapkan harga babi mengalami penurunan pada Senin (8/5/2023).

Hal ini imbas ditemukannya penyakit pada ternak babi berupa African Swine Fever (ASF) atau Flu Babi Afrika di Pulau Bulan, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, sehingga menimbulkan adanya panic selling oleh pengusaha babi.

"Harga babi secara nasional dan di Bali cenderung fluktuasinya turun. Karena ada beberapa wilayah terdampak ASF. Jadi sepertinya ada panic selling," ujar Ketut saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/5/2023).

Baca juga: Babi di Batam Terinfeksi ASF, Kemendag Sebut Tak Berdampak ke Harga Jual

Lebih lanjut dia menyebutkan harga daging babi semula dibanderol Rp 40.000 per kilogram. Namun turun menjadi Rp 36.000 per kilogram.

Ketut berharap penurunan ini berlangsung tak lama alias bisa segera pulih agar tidak memberatkan pengusaha mengingat ongkos produksi juga cukup tinggi.

"Jadi kalau mereka panen per hari ini sepertinya peternak rakyat rugi yang lumayan berat sekitar Rp 400.000 per ekor. Belum lagi bahan baku produksi 60 persennya datang dari luar kota semua kan, kasihan peternak babi rakyat yang di Bali," jelas Ketut.

Baca juga: Kementan Gerak Cepat Tangani Flu Babi Afrika Imbas Larangan Ekspor ke Singapura

Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyebut hingga saat ini belum terjadi dampak kenaikan harga babi di dalam negeri menyusul adanya temuan penyakit pada ternak babi berupa ASF.

Sebagai informasi, Pulau Bulan, Batam, Provinsi Kepulauan Riau merupakan pemasok daging babi terbesar di dalam negeri.

"So far selama ini tidak ada dampak (harga) yang signifikan kan ya," ujar Jerry saat ditemui Kompas.com di Jakarta Convention Center (JCC), Senin (8/5/2023).

Walau demikian Jerry menuturkan pihaknya akan tetap memonitor harga jika ada ketimpangan.

Baca juga: Sempat Disetop, Singapura Siap Buka Keran Impor Babi dari Indonesia