KEMENTERIAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) tunai untuk sejumlah BUMN pada tahun 2024. Ada delapan BUMN yang diajukan untuk mendapat PMN dengan total nilai Rp 57,9 triliun.
PMN yang sebelumnya diajukan untuk bisa cair tahun 2023 di antaranya PT Hutama Karya (Persero) (HK) sebesar Rp 12,5 triliun, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) sebesar Rp 8 triliun, dan IFG (Bahana Pembinaan Usaha Indonesia) Rp 3,56 triliun. Total untuk tiga unit usaha itu mencapai Rp 24 triliun.
Sementara PMN yang diusulkan untuk tahun 2024, di antaranya untuk PT PLN (Persero) Rp 10 triliun, PT Hutama Karya Rp 10 triliun, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Rp 4 triliun, IFG Rp 3 triliun, Industri Kereta Api (INKA) Rp 3 triliun, Rekayasa Industri (Rekin) Rp 2 triliun, dan ID Food Rp 1,9 triliun.
Baca juga: Erick Thohir Ajukan PMN Tunai 2024 Rp 57,96 Triliun
Selain PMN tunai, Kementerian BUMN juga mengajukan PMN non-tunai dengan total nilai Rp 673,36 miliar untuk penguatan struktur modal. PMN ini rencananya akan diberikan kepada PT Len Industri (Defend ID) sebesar Rp 649,23 miliar, dan untuk PT Varuna Tirta Prakasya Rp 24,13 miliar.
Tujuan pertama sudah sepatutnya dijalankan, tetapi yang tujuan kedua sering terlupakan. Bahkan, Kementerian BUMN sering menegaskan bahwa peningkatan porsi modal negara dengan pemberian PMN bukan digunakan untuk menutup kerugian perusahaan, akan tetapi digunakan untuk penugasan pemerintah.
Jadi, tujuan penyertaan modal PMN sebenarnya buat apa? Sekedar seremonial kehadiran negara semata dalam bentuk kontribusi APBN dalam BUMN atau memang ingin meningkatkan kinerja BUMN?
Banyak kajian yang sudah mendeteksi adanya korelasi negatif antara dukungan pemerintah pada BUMN dalam bentuk PMN dengan kinerja keuangan BUMN. Ternyata, perubahan ROE (Return on Equity) BUMN berpotensi menurun dengan besaran yang berbeda-beda di setiap klaster usaha (Purnama, 2023).
Tentu saja ini sebuah ironi dalam kelembagaan BUMN yang menekan turunnya ROE perusahaan negara kian dalam. Itu berarti peningkatan porsi kepemilikan negara pada perusahaan justru berpotensi menurunkan nilai perusahaan (Musallam 2020).
Hal itu menyiratkan, sebaik apapun tata kelola BUMN yang telah diupayakan selama ini dan tercermin dari penilaian good corporate governance (GCG) tidak akan menjamin peningkatan kinerja keuangan BUMN. Penyebabnya, BUMN kerap menghadapi permasalahan agensi karena perusahaan pemerintah seringkali menjadikan tujuan politik sebagai fokus utama dibandingkan untuk memaksimalkan profit perusahaan (Shen & Lin, 2009).
Dengan peningkatan kepemilikan negara, pemerintah biasanya memiliki kekuatan dan pengaruh yang lebih besar dalam mengambil keputusan strategis dan operasional perusahaan. Hal ini dapat mengarah pada campur tangan politik dalam pengelolaan perusahaan, terutama jika keputusan bisnis didasarkan pada pertimbangan politik daripada pertimbangan ekonomi yang rasional.
Hal itu dapat mengurangi efisiensi operasional dan menghambat fleksibilitas dalam mengambil keputusan yang cepat dan adaptif. Insentif ekonomi untuk inovasi dan efisiensi jelas akan terpengaruh.
Dalam beberapa kasus, manajemen dan karyawan perusahaan dapat merasa kurang terdorong untuk mencapai keunggulan kompetitif dan menghasilkan laba yang maksimal karena kurangnya insentif ekonomi yang sama seperti dalam lingkungan pasar yang kompetitif. Sederhananya, meski rugi, BUMN terkadang merasa “aman” dengan adanya penyertaan modal tambahan dari pemerintah setiap tahunnya.
Dampaknya, peningkatan porsi modal negara yang diikuti meningkatnya ekuitas perusahaan, justru belum mampu meningkatkan laba bersih operasional BUMN.
Baca juga: Pencairan PMN Waskita Ditunda, Kemenkeu: Sampai Ada Kejelasan Restrukturisasi
Selain itu, permasalahan tata kelola dan kemungkinan penyebab lainnya adalah terjadinya keterlambatan pencairan PMN atau mendekati akhir tahun. BUMN tetap melaksanakan operasional perusahaan termasuk penugasan pemerintah dengan berbagai proyek, meskipun belum menerima tambahan modal dari pemerintah.
Namun, kadung dimaklumi, meski secara kinerja finansial merosot, ada tuntutan utama perusahaan negara dalam berperan pada pembangunan ekonomi nasional sesuai dengan produk usaha masing-masing BUMN.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya