Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Aturan Premi Perbankan, LPS Sebut untuk Tanggulangi Krisis

Kompas.com - 20/06/2023, 17:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjelaskan, beleid baru terkait Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) penting ditetapkan untuk mengantisipasi krisis perbankan nasional yang terjadi pada 1998.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menceritakan, kala itu negara menggunakan sebesar 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menanggung kerugian krisis perbankan.

Dari landasan tersebut, pengumpulan premi program restrukturisasi perbankan ini diberlakukan pemerintah untuk menganggulangi terjadinya krisis serupa.

“Jadi kalau PRP jalan nanti, bukan satu bank yang jatuh pasti banyak. tapi ada case khusus sekali ketika kita salah me-manage ekonomi. Mudah-mudahan enggak,” kata dia dalam konferensi pers Pertemuan Tahunan LPS dan Stakeholders, Selasa (20/6/2023).

Baca juga: Strategi LPS Racik Program Penjaminan Polis hingga 2028

Ia menambahkan, ketika terjadi krisis perbankan 1998, pemerintah dan rakyat menanggung beban perbankan.

Sekarang, beleid ini membuat industri perbankan punya kewajiban untuk membantu pemerintah ketika terjadi krisis, sekaligus memberi keyakinan kepada rakyat.

“Kalau ada apa-apa industri siap menyelamatkan industri. Negara siap menyelamatkan industri. Jadi gak akan panik seperti 1997-1998,” imbuh dia.

Lebih lanjut, Purbaya menjelaskan, adanya peraturan baru ini mungkin dapat berdampak pada kenaikan bunga.

Baca juga: Kemenkeu Buka-bukaan soal Utang Tutut Soeharto ke Negara

Meskipun begitu, Purbaya bilang, nasabah tidak perlu khawatir karena margin perbankan masih tergolong besar. Dengan begitu, seharusnya bunga yang diberikan akan lebih kompetitif.

“Yang jelas (premi program restrukturisasi perbankan) tidak akan membuat banknya menjadi susah karena sudah kita hitung,” tutur dia.

LPS memperkirakan, pendapatan premi berdasarkan PRP dari industri perbankan sekitar Rp 1 triliun per tahun. Targetnya, dalam 40 tahun, pendapatan premi PRP mampu mencapai 2 persen dari PDB.

“Itu masih kecil dan saya pikir kalau sebesar itu (Rp1 triliun) tidak akan mengganggu perbankan dan bahkan ke depan akan lebih memperkuat confidence masyarakat pelaku bisnis ke perbankan dan ke negara kita sendiri,” tutup dia.

Sebagai informasi, industri perbankan di Indonesia diwajibkan untuk melakukan pembayaran premi demi mendanai PRP mulai 2025.

Aturan ini resmi dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 34 tahun 2023 tentang Besaran Bagian Premi untuk Pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan pada 16 Juni 2023.

Baca juga: Mulai 2025, Perbankan Wajib Bayar Premi Restrukturisasi ke LPS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com