Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Yorga Permana
Dosen

Yorga Permana adalah kandidat doktoral di London School of Economics; Dosen di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB; dan Sekretaris Umum Doctrine-UK, komunitas epistemik peneliti doktoral Indonesia di Inggris Raya

Kerja Layak untuk Kelas Menengah: Yang Terlewat dari Visi Indonesia Emas 2045

Kompas.com - 06/07/2023, 16:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTENGAHAN Juni lalu, pemerintah meluncurkan RPJPN 2025-2045 dengan membawa visi Indonesia Emas 2045.

Lima sasaran visi Indonesia Emas diturunkan menjadi delapan agenda transformasi, 17 arah pembangunan, dan 45 indikator utama.

Dua target paling ambisius untuk dicapai tahun 2045 adalah meningkatkan pendapatan per kapita ke angka 30.000 dollar AS (saat ini 4.500 dollar AS) dan menurunkan tingkat kemiskinan hingga 0,5 persen (saat ini 9,5 persen).

Meski tidak mustahil, target ini tentu sulit dicapai. Presiden Jokowi sendiri mengakui perlunya kita melakukan lompatan.

Strategi pembangunan tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan business as usual. Pertumbuhan ekonomi perlu konsisten di angka 7 persen per tahun; bandingkan dengan rata-rata pertumbuhan 5 persen selama periode kepemimpinan Jokowi.

Sementara tingkat penurunan kemiskinan mesti konsisten di angka 0,4 poin persentase per tahun; bandingkan dengan rata-rata penurunan 0,22 poin persentase per tahun selama periode ini.

Dari ragam agenda transformasi dan strategi turunan, upaya peningkatan jumlah kerja layak terlewat dalam pembahasan. Setidaknya belum saya temukan dalam dokumen termutakhir yang bisa diakses publik.

Padahal kerja layak adalah jalan keluar seorang individu dari jeratan kemiskinan. Di sisi lain, kerja layak juga jadi salah satu jalan untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Dengannya, ekonomi kita akan tumbuh pesat dan bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah.

Kerja layak, pekerjaan untuk Kelas Menengah

Pembahasan tentang pentingnya kerja layak memang beberapa kali didiskusikan oleh Bappenas selama proses sosialisasi maupun dengar pendapat.

Yang paling sering dikutip adalah kajian dari World Bank (2021) yang memperkenalkan istilah Pekerjaan untuk Kelas Menengah (Middle Class Jobs).

Pekerjaan kelas menengah didefinisikan sebagai pekerjaan yang penghasilannya mencukupi dan dinilai aman dari perspektif seorang kelas menengah.

Dengan mengandalkan beberapa asumsi dan keterbatasan data survei tenaga kerja, World Bank menghitung bahwa jumlah pekerjaan kelas menengah Indonesia tahun 2018 hanyalah sebanyak 13 juta orang, atau sebesar 18 persen dari pekerja yang terdata.

Dengan kata lain, kebanyakan pekerjaan di Indonesia saat ini bukanlah kerja layak. Sejalan dengan terjadinya deindustrialisasi, pekerjaan kita saat ini masih didominasi oleh buruh tani dan pekerja di sektor jasa dengan produktivitas rendah.

Sebut saja di antaranya pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring, dan pengusaha informal level mikro yang bisnisnya stagnan.

Untuk bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045, Bappenas mengestimasi bahwa kebutuhan adanya kerja layak haruslah mencapai 80 persen dari seluruh pekerja. Artinya, kondisi saat ini harus berbalik dalam 22 tahun ke depan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Inggris Dukung dan Berbagi Pengalaman untuk Keanggotaan Indonesia di CPTPP

Inggris Dukung dan Berbagi Pengalaman untuk Keanggotaan Indonesia di CPTPP

Whats New
Menaker: Serikat Pekerja Nuntut Kenaikan Upah, Kami Tuntut Kenaikan Kompetensi

Menaker: Serikat Pekerja Nuntut Kenaikan Upah, Kami Tuntut Kenaikan Kompetensi

Whats New
Bea Cukai, Dulu Tenar Jadi Sarang Pungli, Sempat Dibekukan Soeharto

Bea Cukai, Dulu Tenar Jadi Sarang Pungli, Sempat Dibekukan Soeharto

Whats New
Emiten GPS PT Sumber Makmur Sasar Pasar Pembayaran Tol Tanpa Setop MLFF di RI

Emiten GPS PT Sumber Makmur Sasar Pasar Pembayaran Tol Tanpa Setop MLFF di RI

Whats New
Ini Alasan Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Ini Alasan Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di Indonesia

Whats New
Mata Uang Denmark, Pakai Euro atau Krone?

Mata Uang Denmark, Pakai Euro atau Krone?

Whats New
Menaker: Kami Tolak Upah Murah dan PHK Sepihak

Menaker: Kami Tolak Upah Murah dan PHK Sepihak

Whats New
Walau Pendapatan Turun, PT Timah Bukukan Kenaikan Laba Per Kuartal I 2024

Walau Pendapatan Turun, PT Timah Bukukan Kenaikan Laba Per Kuartal I 2024

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Dananta Kabupaten Kudus

OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Dananta Kabupaten Kudus

Whats New
Di Perda Klungkung, Justru Bukan Warung Madura yang Dilarang Buka 24 Jam, tapi Ritel Modern

Di Perda Klungkung, Justru Bukan Warung Madura yang Dilarang Buka 24 Jam, tapi Ritel Modern

Whats New
Harga BBM Vivo dan BP Kompak Naik Per 1 Mei 2024, Cek Rinciannya!

Harga BBM Vivo dan BP Kompak Naik Per 1 Mei 2024, Cek Rinciannya!

Whats New
Gerakan Serikat Buruh Minta Prabowo Cabut UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Gerakan Serikat Buruh Minta Prabowo Cabut UU Cipta Kerja, Ini Alasannya

Whats New
Emiten Menara Telko Tower Bersama Catatkan Pendapatan Rp 1,7 Triliun Per Kuartal I 2024

Emiten Menara Telko Tower Bersama Catatkan Pendapatan Rp 1,7 Triliun Per Kuartal I 2024

Whats New
Kinerja 2023 'Kinclong', Emiten TI ATIC Sasar Pasar Baru Konsultasi Cloud pada 2024

Kinerja 2023 "Kinclong", Emiten TI ATIC Sasar Pasar Baru Konsultasi Cloud pada 2024

Whats New
Bela Warung Madura, Menteri Teten: Jangan Sampai Tersisih oleh Ritel Modern

Bela Warung Madura, Menteri Teten: Jangan Sampai Tersisih oleh Ritel Modern

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com