Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Social Commerce" Banjir Produk Impor, Kemendag Perlu Revisi Aturan Perdagangan Elektronik

Kompas.com - 24/07/2023, 14:48 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Digital Economy Researcher INDEF Nailul Huda meminta Kementerian Perdagangan untuk segera merevisi aturan nomor 50 tahun 2022 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Hal itu menyusul banyaknya produk impor yang dijual di Tanah Air melalui social commerce seperti aplikasi TikTok.

Huda menjelaskan, impor meningkat seiring terjadinya social commerce boom dan e-commerce boom. Banyak data-data beredar yang menyebutkan hingga 95 persen produk-produk e-commerce berasal dari impor.

"Mungkin seller-nya lokal tapi produk-produknya dari impor, terutama China. Ini yang harus dibahas dalam revisi Permendag Nomor 50," ujarnya, dalam Diskusi Publik Project S TikTok, yang disiarkan virtual, Senin (24/7/2023).

Baca juga: Kaji Fenomena Social Commerce, Menkominfo: Jangan Sampai Jadi Ajang Penipuan

Lebih lanjut Nailul membeberkan ada tiga poin yang harus direvisi oleh Kemendag dalam baleid tersebut.

Pertama adalah penyempurnaan definisi Penyelenggara Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang hanya mengatur transaksi perdagangan karena social commerce bukan untuk transaksi perdagangan melainkan komunikasi secara umum.

Kedua adalah perlu adanya peraturan terkait dengan Penyelenggaraan Sarana Perantara karena sering digunakan sebagai kedok social commerce untuk dalih bukan tempat jual beli.

Baca juga: Saat DPR Mulai Resah Project S TikTok Bakal Goyang UMKM Indonesia...

"Karena sarana perantara ini bukan krusial dia hanya menyelenggarakan komunikasi antar-orang saja sementara sarana prasarana ini hanya menyelenggarakan komunikasi antara orang. Ini sering sekali dijadikan kedok, sementara sarana perantara hanya tempat komuniaksi saja," jelas Nailul.

"Misal dulu kayak Kaskus, itu sarana perantara dan ini harusnya diatur juga lebih rinci, direvisi Permendag ke depan agar bisa disarankan beberapa aturan yang setara e-commerce seperti pajak dan lainnya," sambung Nailul.

Baca juga: Kominfo Diminta Tertibkan Social Commerce, Ini Alasannya

Ketiga, yang perlu direvisi adalah mengenai peraturan barang impor yang seharusnya ada di bagian deskripsi barang.

Nailul mengatakan, kebanyakan penjual yang ada di social commerce atau e-commerce adalah penjual lokal, namun sayangnya produk yang dijual malah justru produk impor.

"Ini yang harus kita dorong agar jangan sampai merugikan UMKM kita dan perlu diketahui bahwa Asosiasi e-commerce itu selalu mengangkat crossborder 7-10 persen. Barang- barang yang dijual seller lokal adalah barang impor," pungkasnya.

Baca juga: Aturan Social Commerce Dinilai Longgar, TikTok Jadi Ancaman UMKM?

Sebagai informasi, Project S TikTok merupakan agenda yang dijalankan platform social commerce asal China melalui Tiktok Shop untuk memperbesar bisnisnya di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Melalui Project S, Tiktok dicurigai akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China.

Baca juga: Tak Dipungut Pajak, Transaksi via Social Commerce Terkesan Cari Aman

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com