Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Menyoal Rumitnya Pelepasan Kawasan Hutan untuk Kebun Sawit

Kompas.com - 28/08/2023, 17:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN isu pelepasan kawasan hutan menjadi sorotan setelah Menteri Koordiantor Bidang Maritim dan Investasi Luhut B. Pandjaitan selaku Ketua Pengarah Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara, merencanakan “memutihkan” perkebunan sawit ilegal yang terlanjur masuk hutan seluas 3,3 juta hektare.

Konotasi yang dimaksud dengan pemutihan kebun sawit adalah melegalkan kebun sawit tersebut melalui proses pelepasan kawasan hutan.

Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan pelepasan kawasan hutan itu? Bagaimana prosesnya dan mekanismenya? Apa dasar hukumnya? Berapa lama waktunya?

Salah satu hal yang tidak dapat dihindari dalam pengurusan kawasan hutan akibat dari tuntutan kemajuan zaman dan kegiatan pembangunan adalah adanya perubahan peruntukan kawasan hutan.

Perubahan peruntukan kawasan hutan diartikan sebagai perubahan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan dilakukan melalui persetujuan pelepasan kawasan hutan.

Pelepasan kawasan hutan adalah perubahan peruntukan kawasan hutan produksi konversi (HPK) dan/atau hutan produksi tetap (HPT) menjadi bukan kawasan hutan.

Persetujuan pelepasan kawasan hutan diberikan untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha. Salah satu kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang membutuhkan lahan luas adalah kegiatan perkebunan, baik untuk kelapa sawit, tebu dan perkebunan lainnya.

Usaha perkebunan tersebut membutuhkan lahan kawasan hutan mencapai 100.000 – 125.000 hektare untuk satu perusahaan atau grup perusahaan dalam satu provinsi.

Dasar hukum

Pelepasan kawasan hutan yang dikonversi untuk perkebunan diatur mekanismenya oleh Peraturan pemerintah (PP) No. 104/2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan.

Aturan lain, yakni Peraturan Menteri LHK No. P.96/2018 dan perubahannya P.50/2019 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi serta Undang-undang Cipta Kerja No. 11/2020 paragraf 3 tentang Persetujuan Lingkungan pasal 24-28, 32, 34, 35 tentang Amdal dan UKL-UPL serta Paragraf 4 tentang Kehutanan pasal 19.

Kemudian regulasi ini diturunkan kembali dalam PP No. 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan pasal 55 – 70 dan diturunkan lagi dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7/2021 tentang perencanaan kehutanan, perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan pasal 272 – 326.

Khusus untuk pelepasan kawasan hutan bagi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan diatur dalam Permen LHK terbaru dalam pasal 300-326.

Secara prinsip, prosedur dan mekanisme mendapatkan persetujuan pelepasan kawasan hutan tidak jauh berbeda antara kawasan HPK yang belum ada pekebunan sawitnya dengan HPK/HPT yang sudah terlanjur terbangun kebun sawitnya.

Bedanya hanya pada pengecekan kondisi fisiknya di lapangan antara yang belum/sudah ada kebun sawitnya.

Hal normatif yang perlu diketahui dalam regulasi pelepasan kawasan hutan ini salah satunya adalah pelepasan kawasan hutan dilakukan pada hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Pelepasan kawasan hutan pada HPK hanya dapat dilakukan pada HPK yang tidak produktif.

HPK tidak produktif apabila dominasi tutupan lahan tidak berhutan lebih dari 70 persen yang terdiri tutupan lahan antara lain semak belukar, lahan kosong, dan kebun campur.

Ketentuan HPK tidak produktif dikecualikan pada provinsi yang tidak tersedia lagi kawasan HPK yang tidak produktif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com