KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Experd Consultant
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD

EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia. EXPERD diperkuat oleh para konsultan dan staf yang sangat berpengalaman dan memiliki komitmen penuh untuk berkontribusi pada perkembangan bisnis melalui layanan sumber daya manusia.

IQ versus Sikap Kerja

Kompas.com - 09/09/2023, 08:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA waktu yang lalu, ada sebuah tulisan dari Dr Agus Budiyono yang beredar di berbagai grup WhatsApp mengenai ketidakrelevanan rangking, NEM, dan IPK yang digunakan oleh sistem pendidikan kita terhadap kesuksesan seorang individu.

Tulisan tersebut mengutip hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 100 faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan 733 miliuner di Amerika Serikat (AS), nilai sekolah yang baik merupakan faktor sukses urutan ke-30, sedangkan IQ berada pada urutan ke-21.

Masih menurut artikel tersebut, 10 peringkat teratas faktor yang paling berpengaruh terhadap kesuksesan ternyata sama sekali tidak berhubungan dengan penilaian-penilaian itu, tetapi lebih terkait dengan kualitas-kualitas diri, seperti disiplin dan keterampilan berhubungan dengan orang lain.

Dalam dunia kerja, kita melihat bahwa orang-orang yang memiliki IQ tinggi dalam proses seleksi di organisasi ternyata belum tentu bisa berkontribusi dengan optimal pada organisasi. Mereka justru cenderung sulit menerima pendapat orang lain, enggan berkolaborasi, dan lebih senang menonjolkan kepandaian dirinya.

Pada akhirnya, mereka malah menghambat proses di organisasi yang hampir semuanya membutuhkan kerja sama yang baik dengan berbagai pihak.

Sementara itu, individu yang mungkin memiliki kapasitas berpikir rata-rata ternyata lebih cepat menapaki tangga karier. Pasalnya, mereka punya kemauan untuk belajar hal-hal baru, terbuka terhadap ide dan masukan dari pihak lain, serta kemampuan untuk tetap bersikap positif dalam menghadapi situasi yang menekan.

Lou Holtz, seorang pelatih sepak bola Amerika legendaris di Universitas Notre Dame, pernah mengatakan, “Kemampuan adalah apa yang mampu Anda lakukan. Motivasi menentukan apa yang Anda lakukan. Sikap menentukan seberapa baik Anda melakukannya.”

Dari sini, kita belajar bahwa sikap sangat menentukan apakah kita akan meraih kesuksesan atau tidak. Kita bisa saja memiliki kemampuan yang tinggi dan semangat untuk mencapainya. Namun, bila cepat menyerah ketika menghadapi kesulitan, niscaya kita akan sulit untuk meraih kesuksesan.

Ada tiga elemen sikap yang berpengaruh pada kesuksesan.

1. Persepsi kita terhadap kehidupan

Bagaimana kita melihat hidup ini? Apakah kita selalu melihat dengan sikap skeptis atau bersemangat mencari sisi positifnya? Bagaimana kita melihat suatu kegagalan atau kesalahan?

Eileen Rachman.Dok. EXPERD Eileen Rachman.
Seorang yang berpandangan skeptis akan melihat kegagalan sebagai jalan buntu yang membawanya jatuh dalam keterpurukan. Sementara itu, si positif biasanya melihat kegagalan sebagai kesuksesan yang tertunda dan memberinya banyak kesempatan untuk belajar sebelum mendapatkan sukses yang lebih besar lagi.

Henry Ford pernah berkata, “Bila Anda berpikir bisa, Anda benar. Jika Anda berpikir tidak bisa, Anda pun benar." Ucapan tersebut menunjukkan bahwa pikiran dan sikap kita dalam menghadapi suatu masalah dapat menjadi penentu keberhasilan.

Sebuah konsep self-fulfilling prophecy atau yang sering juga dikenal sebagai Pygmalion effect menjelaskan bagaimana kepercayaan kita berubah menjadi kenyataan.

Dalam mitologi Yunani kuno, seorang pematung bernama Pygmalion jatuh cinta kepada patung buatannya sendiri sehingga bisa menghidupkan patung tersebut menjadi perempuan cantik.

Dalam studinya, psikolog Robert Rosenthal dan Lenore Jacobson menemukan bahwa guru-guru yang memiliki harapan tinggi terhadap anak-anak didiknya ternyata dapat menumbuhkan prestasi belajar yang lebih tinggi ketimbang kelas yang guru-gurunya menganggap anak didiknya ini tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk berhasil.

Tidak hanya di olahraga, dalam bisnis ataupun kehidupan, kita perlu memiliki kepercayaan pada kesuksesan dan menolak untuk kalah. Hal ini bukan berarti bahwa kita menghalalkan segala cara untuk mencapai kemenangan.

Kemenangan menjadi tidak berarti bila hati kecil berkata bahwa kita sebenarnya tidak pantas mendapatkan kemenangan ini. Namun, ini dimaksudkan untuk merujuk pada harapan yang dapat memberikan tenaga dalam setiap upaya kita.

Langkah pertama untuk mengembangkan pandangan hidup positif ini selalu berasal dari diri sendiri, bukan orang lain. Leo Tolstoy mengatakan, "Semua orang berpikir untuk mengubah dunia, tetapi tidak ada yang berpikir untuk mengubah diri mereka sendiri."

2. Komitmen

“Apakah Anda bersedia menerima pasangan hidup Anda dalam keadaan sehat dan sakit, senang dan susah, kelimpahan ataupun kekurangan?” Pertanyaan itu biasa diajukan pada pasangan yang akan mengucapkan janji pernikahan.

Hidup tidak selamanya mulus, kesulitan mungkin saja menghadang perjalanan kita. Hanya dengan komitmen tinggilah kita mampu bertahan, bahkan sukses keluar dari masa-masa sulit.

Ketika pertama kali bergabung dengan organisasi, hampir setiap orang memiliki semangat yang menggebu-gebu untuk memberikan seluruh upaya terbaiknya bagi organisasi.

Namun, seiring waktu berjalan serta mendapati banyak situasi tidak ideal dalam perjalanan karier, sikut-menyikut, atasan yang pilih kasih, persaingan bisnis yang semakin tajam, dan klien yang menuntut, hanya mereka yang memiliki komitmen tinggi yang akan tetap mempertahankan semangatnya untuk memberikan segala upaya terbaiknya. Sementara itu, karyawan lain mungkin sekadar memenuhi tuntutan tanggung jawab tugasnya.

Kita dapat melihat bahwa produk yang dihasilkan oleh tim yang sungguh-sungguh berkomitmen untuk memberikan yang terbaik akan sangat berbeda kualitasnya dengan kelompok yang penting selesai. John Wooden, pelatih bola basket terkenal mengatakan, “Jika tidak punya waktu untuk melakukannya dengan benar, kapan Anda punya waktu untuk menyelesaikannya?”

Keseriusan, kerja keras hingga tuntas, dan memastikan standar kualitas selalu terpenuhi merupakan ciri-ciri sikap individu yang berkomitmen tinggi. Lagi-lagi, komitmen ini harus dimulai dari diri kita sendiri.

3. Kemampuan menghadapi tantangan

Kita pasti pernah mendengar pepatah “what doesn’t kill you makes you stronger”. Kesulitan dan tantangan adalah ujian-ujian yang melatih kita menjadi semakin tangguh dan membuat kita naik kelas. Bila tidak berani mengambil ujian, kita tidak akan tahu sampai di mana batas kekuatan diri sendiri.

Babe Ruth, pemain bisbol legendaris, mengatakan, “Anda tidak bisa mengalahkan orang yang tidak pernah menyerah.” Keberanian kita mengambil tantangan juga sangat tergantung pada persepsi dan komitmen kita.

Bahkan, banyak ungkapan dalam berbagai budaya mengatakan bahwa di balik tantangan, pasti ada kesempatan. Through adversity comes opportunity.

Individu sukses didukung oleh ketiga elemen tersebut. Mereka yang gagal bisa jadi karena sikap mentalnya. Oleh karena itu, marilah kita memberikan perhatian lebih besar untuk menempa sikap mental kita agar semakin kuat menghadapi beragam tantangan dengan semangat positif.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com