Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Data Hukum Pemrosesan Data Pribadi yang Harus Dipenuhi Korporasi

Kompas.com - 15/09/2023, 12:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DATA pribadi memiliki dua sisi. Pertama, sebagai instrumen paling dasar untuk pelayanan publik dan layanan entitas bisnis bagi pelanggannya.

Tanpa data pribadi yang benar, layanan tidak akan oprimal, atau bahkan mungkin tak dapat dilakukan sama sekali. Dalam hal ini data pribdi adalah kunci dari layanan.

Kedua, di sisi lain data pribadi juga rawan dijadikan sebagai instrumen awal modus kejahatan. Data pribadi ibarat anak kunci yang bisa digunakan membuka pintu, atau perkakas untuk membobol brankas korbannya.

Lebih jauh, jatuhnya data pribadi kepada pihak tak berhak atau beritikad buruk, juga bisa menjadi alat penipuan, penyerangan kehormatan, perundungan, pelecehan, bahkan mengancam keselamatan korbannya.

Realitas inilah yang membuat berbagai negara membuat regulasi tentang pelindungan data pribadi. Indonesia telah memiliki UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi atau yang dikenal dengan UU PDP.

UU PDP seperti halnya regulasi di berbagai negara, diproyeksikan untuk mendukung semua proses bisnis dan layanan publik berbasis data pribadi, dengan tetap menjaga keamanan data, dan melindungi hak-hak dasar dari setiap orang sebagai subjek data pribadi.

Di sinilah pentingnya peran Otoritas Pelindungan Data Pribadi yang akan dibentuk sebagai lembaga negara yang akan mengawasi dan sekaligus menjadi regulator PDP nasional.

Regulasi tentang data pribadi pada dasarnya harus menerapkan prinsip proporsionalitas. Artinya jangan sampai karena ingin mendorong bisnis dan layanan, tetapi mengorbankan keamanan data.

Demikian juga, jangan sampai karena alasan melindungi hak-hak subjek data pribadi secara rigid, kita kemudian membuat regulasi turunan dan kebijakan yang justru menyebabkan badan publik Pemerintah tidak dapat memberikan layanan terbaiknya.

Begitu juga jangan sampai industri sulit mengelola data dan mengembangkan pemanfaatan data sebagi new oil.

Terhambatnya pemrosesan data pribadi pada gilirannya akan merugikan baik industri maupun masyarakat itu sendiri. Karena ujungnya, pelayanan bisa terminimalisasi, bahkan terdisrupsi.

Jika ini terjadi, maka dapat berdampak terdegradasinya layanan pelanggan bisnis dan pelayanan publik terbaik oleh Badan Publik Pemerintah. Tentu dengan syarat terjaminnya sistem keamanan dan kerahasian data sesuai UU PDP.

UU PDP telah membuka ruang yang baik terkait bagaimana pemrosesan data pribadi dilakukan. Hal ini telah diatur antara lain dalam pasal 20 ayat (2) UU PDP. Prinsipnya bahwa persetujuan subjek data, bukanlah satu-satunya dasar pemrosesan.

Regulasi ini mengatur dasar pemrosesan Data Pribadi. Di mana dasar itu bisa dipilih dari berberapa alternatif.

Pertama, dasar pemrosesan berupa persetujuan yang sah secara eksplisit dari Subjek
Data Pribadi, untuk atau beberapa tujuan tertentu, yang telah disampaikan oleh Pengendali
Data Pribadi kepada Subjek Data Pribadi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com