KONFLIK Palestina dan Israel makin sengit setelah milisi Hamas meluncurkan serangan ke Israel Selatan pada 7 Oktober lalu. Hamas berdalih serangan tersebut adalah balasan atas penyerbuan Al-Aqsa pada awal tahun ini.
Israel segera bereaksi dengan membalas serangan udara ke Jalur Gaza, dan sejumlah tempat seperti kamp pengungsian, rumah sakit, dan sekolah.
Perang ini menjadi babak terbaru dari siklus kekerasan yang telah berlangsung lama di kawasan tersebut.
Secara historis, konflik di Timur Tengah pernah menjadi pemicu krisis energi yang berkepanjangan.
Perang Yom Kippur antara Israel dan koalisi negara-negara Arab pada 1973 memicu embargo yang menyebabkan harga minyak melonjak empat kali lipat dalam setahun.
Begitu juga krisis minyak yang dipengaruhi revolusi Iran pada 1978-1979, perang Iran-Irak, dan perang Teluk pada 1990-1991.
Sebagai respons atas serangan Israel ke rumah sakit di Gaza, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mendesak negara Islam melakukan embargo minyak terhadap Israel.
Ancaman ini berpotensi mengganggu perekonomian Israel mengingat negara ini mengimpor minyak 270.000 barel per hari – yang mengandalkan pasokan dari Kazakhstan, Irak, dan Azerbaijan.
Berbagai negara patut khawatir terhadap kemungkinan konflik Israel-Hamas menjadi berkepanjangan.
Apalagi saat ini dunia masih belum pulih sepenuhnya dari berbagai tekanan ekonomi, seperti krisis keuangan, inflasi tinggi dan dampak perang Rusia-Ukraina di sektor pangan dan energi.
Minyak masih merupakan sumber daya penting bagi perekonomian. Meskipun saat ini dunia menuju transisi energi yang mengedepankan energi terbarukan, fungsi minyak belum dapat tergantikan sepenuhnya, khususnya untuk transportasi, industri, petrokimia dan banyak sektor lainnya.
Negara-negara dengan cadangan minyak yang melimpah dan mengekspor produksinya dalam jumlah besar mempunyai pengaruh geopolitik signifikan, termasuk mampu memengaruhi pasar dan pasokan energi global.
Meskipun cukup sulit untuk memprediksi kondisi ke depan, namun setidaknya terdapat tiga kemungkinan yang dapat mengubah lanskap pasar energi global.
Pertama, Israel sudah melancarkan serangan udara menggempur basis pasukan Hizbullah di Suriah dan perbatasan Lebanon.
Agresivitas militer ini meningkatkan risiko ketidakstabilan kawasan Timur Tengah jika Iran, Arab Saudi, dan negara-negara Teluk lainnya terlibat dalam konflik tersebut.