Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mata Garuda Banten
Perkumpulan Alumni Beasiswa LPDP di Provinsi Banten

Perkumpulan alumni dan awardee beasiswa LPDP di Provinsi Banten. Kolaborasi cerdas menuju Indonesia emas 2045.

"Over-Consumption": Efek "Social-Commerce" yang Terabaikan

Kompas.com - 31/10/2023, 14:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Widia Eka Putri, S.P., M.Agr.Sc*

BEBERAPA waktu lalu, linimasa diramaikan fenomena tuntutan pedagang Pasar Tanah Abang, Jakarta, agar pemerintah menutup TikTok Shop. Para pedagang mengklaim aplikasi ini menjadi alasan berkurangnya omset penjualan mereka.

Dilihat sekilas, Tiktok Shop bisa jadi salah satu komponen kecil dari kompleksnya jejaring sebab akibat penurunan transaksi secara konvensional di pasar.

Namun jika dikupas lebih dalam, pengaruh ekonomi TikTok Shop sebenarnya menyentuh kalangan masyakat yang lebih luas selain pedagang Pasar Tanah Abang.

Dalam artikel ini, pengaruh ekonomi TikTok Shop serta aplikasi TikTok itu sendiri akan dijabarkan dengan fokus pada bagaimana media sosial ini mengamplifikasi tren perilaku konsumsi yang berlebihan (overconsumption).

Mengapa TikTok Shop?

Sebagai platform media sosial, TikTok diperuntukkan bersosialisasi secara online. Status dan fungsinya sama seperti Instagram, Twitter, dan Facebook.

Di lain sisi, Shopee, Tokopedia, Bukalapak dan sejenisnya adalah platform belanja. Peruntukannya adalah melakukan penjualan dan transaksi secara online.

Perbedaan mendasar antara kedua jenis platform ini yang kemudian mendasari perbedaan kebijakan yang berlaku pada keduanya.

Namun pada perkembangannya, media sosial berevolusi menyediakan fitur untuk belanja. Fitur tersebut disebut sebagai social-commerce dan TikTok Shop salah satu di antaranya.

Karena nature aslinya sebagai media sosial, TikTok Shop bisa memiliki akses ke konsumen yang lebih dekat dan cepat dibandingkan platform belanja.

Bagaimana dari TikTok bisa mengaplifikasi overconsumption?

Dengan beragam dan banyaknya konten yang bisa ditonton di TikTok, pengguna bisa menghabiskan berjam-jam untuk scrolling.

Dalam buku ‘Irresistible: Why We Can’t Stop Checking, Scrolling, Clicking and Watching’ karya Adam Alter, fenomena mengonsumsi konten media sosial yang tidak ada habisnya dikenal dengan istilah mindless scrolling. Ada jutaan orang yang terjebak dalam kebiasan ini setiap harinya.

Lebih lanjut, studi dari Dalhousie University Kanada tahun 2023 menyebutkan bahwa ‘For You Page (FYP)’ di TikTok secara signifikan mengganggu kapasitas seseorang dalam membentuk penilaian yang otonom terhadap nilai-nilai sosial.

Dengan kata lain, pengguna TikTok menjadi mudah terpengaruh oleh apa yang mereka lihat di FYP. Karakteristik ini membuat TikTok menjadi lahan yang sangat ideal untuk promosi produk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com