Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tekan Laju Penurunan Muka Tanah, Penggunaan Air Tanah Rumah Tangga Diatur

Kompas.com - 14/11/2023, 11:41 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian ESDM mengatur penggunaan air tanah bagi masyarakat umum atau rumah tangga. Aturan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian air tanah dalam jangka panjang sehingga menekan laju penurunan muka tanah.

Pada aturan baru ini rumah tangga yang menggunakan air tanah lebih dari 100 meter kubik (m3) atau 100.000 liter per bulan maka wajib mendapatkan izin dari Kementerian ESDM.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

Baca juga: Kementerian ESDM Sebut Izin Pakai Air Tanah Hanya Sasar Orang Kaya

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengatakan, cekungan air tanah (CAT) di berbagai daerah sudah dalam kondisi rusak.

Tanda-tanda dari rusaknya CAT yakni air yang tekontaminasi, air lapisan tanah (akuifer) bagian atas dan bawah sudah bercampur, hingga terjadinya penurunan muka tanah (landsubsidence).

Setidaknya ada 8 CAT yang teridentifikasi dalam kondisi rusak yakni CAT Jakarta, CAT Karawang-Bekasi, CAT Serang-Tangerang, CAT Bogor, CAT Bandung-Soreang, CAT Pekalongan-Pemalang, CAT Semarang, dan CAT Palangkaraya-Banjaramasin.

"Ini semua termasuk CAT yang dalam kondisi mengalami kerusakan," ujar Wafid dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/11/2023).

Menurut dia, daerah pantai utara Pulau Jawa sudah sangat terdampak atas rusaknya CAT. Pada CAT di lingkup daerah tersebut sudah mengalami penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, misalnya di Semarang, Pekalongan dan Demak.

"Pekalongan sekarang sudah sangat intens terjadi landsubsidence ini, hingga 10 cm per tahun, dan itu kami terus melakukan identifikasi. Juga di Semarang, itu ada genangan air yang kalau sudah mulai rob, tidak kembali lagi karena sudah menggenang, karena land-nya sudah mengalami penurunan," paparnya.

Pada wilayah Jakarta, Kementerian ESDM mencatat setiap tahunnya terjadi penurunan muka tanah antara 0,04-6,30 cm selama periode 2015-2022. Jakarta sendiri menjadi kota yang terancam tenggelam karena penurunan muka tanah.

Pemantauan air tanah Jakarta dilakukan pada 220 lokasi tiap tahunnya, baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika-kimia air tanah.

Wafid mengakui, pengambilan air tanah pada dasarnya bukan satu-satunya penyebab terjadinya penurunan muka tanah. Hal itu bisa juga disebabkan kompaksi alami, kondisi teknonik, dan pembebanan infrastruktur atau gedung-gedung di sekitar lokasi.

Meski begitu, dia bilang, pengaturan penggunaan air tanah ini diperlukan untuk membantu proses pemulihan muka air tanah sehingga menekan laju penurunan muka tanah.

"Setidaknya dengan andil air tanah yang kita kelola, kita coba kurangi land-subsidence, khususnya Pantai Utara Jawa," kata dia.

Seperti pada penerapan pengendalian air tanah yang dilakukan pemerintah di wilayah Jakarta, telah mampu menekan laju penurunan tanah.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com