JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengungkapkan hingga saat ini Selasa (21/11/2023) terdapat 33 pengguna jasa di bursa karbon. Jumlah ini bertambah sejak awal peluncuran bursa karbon pada 26 September 2023 lalu.
“Dari 15 pengguna jasa itu, saat ini sudah bertambah menjadi 33 pengguna jasa dan kira-kira 20 calon pengguna jasa sedang kami proses,” kata Jeffrey dalam seminar tentang bursa karbon yang digelar secara virtual, Selasa (21/11/2023).
Dia mengatakan, keberadaan bursa karbon memiliki dua sisi, di mana yang pertama dianggap sebagai insentif bagi sebagian pihak yang melakukan upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Pada saat peluncuran bursa karbon, ada 15 penguna jasa, dan saat ini pengguna jasa tercatat sebanyak 30.
Baca juga: Turunkan Emisi Karbon, Kementan Dorong Perkebunan Berkelanjutan
Namun, bursa karbon memiliki model yang berbeda dengan bursa saham, di mana transaksinya tidak likuid, dan cenderung sepi.
Terkait hal ini Jeffrey membandingkan dengan negara tetangga, yang mana transaksi bursa karbon jauh lebih lambat, dan proses yang lebih lama.
“Tentu kita secara objektif melihat ini, kalau kita membandingkan transaksi yang terjadi di bursa karbon sejak diluncurkan hingga saat ini ada potensi nilai ekonomi karbon di Indonesia, meskipun memang masih sepi,” ujar dia.
Baca juga: BEI Ajak Broker Ikut Berpartisipasi di Bursa Karbon
“Bursa karbon di negara tetangga kita butuh waktu 2 tahun sejak peraturan diterbitkan hingga lahirnya bursa karbon. Di Indonesia, kita butuh waktu 8 bulan hanya untuk meluncurkan bursa karbon sejak UU di sahkan. Bursa karbon di negara tetangga butuh watu 3 bulan sejak diluncurkan hingga adanya transaksi pertama,” tambah dia.