Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daya Beli Susut, Ekonomi Jepang Turun 2,9 Persen pada Kuartal III-2023

Kompas.com - 08/12/2023, 15:10 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNBC

TOKYO, KOMPAS.com - Ekonomi Jepang kuartal III-2023 turun lebih dalam dari perkiraan sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan oleh sektor rumah tangga yang menghadapi hambatan besar sehingga membuat bank sentral kesulitan menghapuskan kebijakan moneter yang akomodatif.

Belanja konsumen dan dunia usaha yang menyusut membuat produk domestik bruto (PDB) Jepang pada kuartal III-2023 turun. Data terpisah menunjukkan, upah riil dan belanja rumah tangga terus menurun pada Oktober 2023.

Ekonom di Daiwa Securities Kota Suzuki mengatakan, itu dipengaruhi inflasi yang berkepanjangan membuat konsumen enggan berbelanja.

Baca juga: 11 Indikator Keberhasilan Pembangunan Ekonomi

“Kelemahan dalam konsumsi pribadi kemungkinan akan terus berlanjut di masa mendatang, karena pendapatan riil yang dapat dibelanjakan kemungkinan akan terus mengalami penurunan, yang dipandang sebagai faktor lesunya konsumsi,” kata dia dikutip dari CNBC.

Data kantor kabinet yang telah direvisi menunjukkan, perekonomian Jepang turun 2,9 persen pada Juli-September 2023. Data tersebut merupakan hasil revisi dari sebelumnya.

Angka tersebut turun lebih dalam dari laporan sebelumnya yang sebesar 2,1 persen, dan perkiraan pasar sebesar 2,0 persen.

Di sisi lain, belanja modal turun 0,4 persen dibandingkan dengan penurunan awal sebesar 0,6 persen dan perkiraan median pasar untuk penurunan 0,5 persen.

Konsumsi swasta, yang mencakup lebih dari separuh perekonomian, turun 0,2 persen pada bulan Juli hingga September.

Kemudian, permintaan eksternal turun 0,1 poin persentase dari PDB riil, atau sejalan dengan pembacaan awal, karena impor jasa melebihi ekspor otomotif.

Sementara itu, Kementerian Tenaga Kerja melaporkan upah riil yang disesuaikan dengan inflasi turun 2,3 persen secara tahunan pada Oktober.

Data tersebut menandai penurunan selama 19 bulan berturut-turut, meskipun lebih lambat dari penurunan 2,9 persen di bulan September.

Adapun nominal gaji memang naik 1,5 persen, tapi inflasi tumbuh lebih dari 3 persen.

Baca juga: Ini Ramalan Terbaru Ekonomi Indonesia dari OECD

Itu seolah menghapus pertumbuhan upah secara riil, karena gaji dipandang sebagai ukuran daya beli konsumen.

Dengan stagnasi pendapatan, belanja rumah tangga turun 2,5 persen pada Oktober secara tahunan. Belanja rumat tangga telah turun selama delapan bulan berturut-turut.

Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menekankan perlunya mempertahankan suku bunga ultra rendah sampai inflasi berkelanjutan 2 persen dan kenaikan upah mulai terlihat.

"Prospek upah tahun depan akan sangat penting untuk menentukan apakah harga berada pada jalur yang benar," tandas dia.

Baca juga: Mengapa Ekonomi Kreatif Penting Dibangun di Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com