Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jazak Yus Afriansyah
Trainer

Author, Coach, Trainer.
Master of Technology Management.

Mengenali 6 Contoh Gejala Jurang Kepemimpinan (Bagian III)

Kompas.com - 13/03/2024, 12:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAIMANA dijelaskan pada dua artikel sebelumnya, telah kita pahami bahwa leadership gap syndrome atau jika dipadankan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi gejala jurang kepemimpinan per definisi bisa dijelaskan sebagai berikut:

Sebuah gejala jurang kepemimpinan yang lebar antara leader atau manager atau atasan dengan staf atau karyawan atau anggota tim di dalam organisasi atau korporasi atau birokrasi yang terikat dengan garis hirarki struktur organisasi yang umumnya bersifat formal.

Baca juga: Mewaspadai 6 Dampak Buruk Gejala Jurang Kepemimpinan (Bagian I)

Leadership gap syndrome kemunculannya ditandai perbedaan yang sangat siginikan terhadap pandangan, sikap, dan persepsi di antara kedua belah pihak yang terlibat dalam proses kempemiminan dan manajerial.

Secara khusus leadership gap syndrome terbukti sangat mengganggu proses kepemimpinan sehingga berdampak secara langsung terhadap produktifitas dan efektifitas kepemimpinan untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan bisnis korporasi, dan semua dampak ini secara tuntas sudah kita sampaikan pada edisi pertama.

Baca juga: Mendiagnosa 5 Gejala Jurang Kepemimpinan (Bagian II)

Pada artikel ketiga ini, kita sajikan panduan bagi Anda untuk bisa mendiagnosa dengan lebih akurat, berupa enam contoh nyata yang sangat sering terjadi sebagai gejala dan bisa berpotensi sebagai pemicu munculnya leadership gap syndrome secara ringkas adalah sebagai berikut:

Pertama, Anda pasti bisa merasakan perbedaan dan perdebatan di mana pemimpin atau atasan sangat loyal atau setia atau mengabdi terhadap perusahaan atau profesinya, namun staf atau anggota tim tidak terlalu loyal, bahkan tidak loyal kepada perusahaan.

Mereka sangat loyal hanya kepada kepentingannya saja, tercermin betapa cepatnya mereka membuat surat resign, secepat update status di akun media sosial.

Kedua, pemimpin berpandangan bahwa kehadiran secara fisik atau absensi sangat penting untuk memastikan operasional perusahaan berjalan dengan baik dan bisa dimonitor, bahkan dipantau dengan langsung.

Namun hal ini berbeda dengan pandangan staf atau anggota tim yang meyakini bahwa hasil akhir atau outcome pekerjaan lebih penting daripada kehadiran fisik.

Kondisi perkembangan teknologi digital dengan berbagai aplikasi yang beragam saat ini membuat pekerjaan bisa dilakukan kapanpun dan di manapun.

Bagi mereka, bekerja bukan hanya work from home (WFH), tetapi juga work from anywhere (WFA), asal ada sambungan internet yang mantap.

Ketiga, dalam hal proses kerja mencapai hasil yang ditetapkan, pemimpin sangat menekankan kepada proses dan waktu sehingga mereka selalu ingin dapat update terus menerus.

Namun, staf atau anggota tim ingin menekankan kepada hasil perkerjaan saja, dengan jalan pintas jika perlu.

Keempat, pemimpin meyakini berdasarkan pengalaman hebat masa lalu mereka, kerja keras atau work hard adalah kunci sukses mencapai hasil.

Namun staf atau anggota tim berpandangan kerja cerdas atau work smart adalah kunci sukses untuk mencapai semua impian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com