PADA tiga artikel sebelumnya, penulis sudah membahas dampak buruk dari gejala jurang kepemimpinan terhadap produktifitas kepemimpinan dan kinerja bisnis perusahaan, serta faktor yang memicu terjadinya leadership gap syndrome.
Pada artikel keempat ini, penulis menyampaikan tiga terapi, sebagai racikan atau formula untuk mengobati gejala jurang kepemimpinan tersebut.
Baca juga: Mewaspadai 6 Dampak Buruk Gejala Jurang Kepemimpinan (Bagian I)
Untuk mengatasi leadership gap syndrome, kami kembangkan tiga formula terapi, yaitu:
Pertama, strategic approach to overcoming leadership gap syndrome, atau pendekatan strategis untuk mengatasi leadership gap syndrome.
Pada formula pertama ini, peran dari senior management atau top management sangat krusial karena semua kebijakan dan kewenangan ada di tangan mereka, termasuk kekuasaan untuk melaksanakan formula ini yang membutuhkan dukungan moral dan material.
Formula ini sangat butuh dukungan semua pemangku kepentingan di dalam korporasi atau organisasi agar mereka segera pulih dari serangan gejala jurang kepemimpinan.
Adapun pendekatan strategis ini terdiri dari: asesmen kebutuhan pengembangan untuk seluruh generasi karyawan, membangun mekanisme umpan balik dan bimbingan yang disesuaikan dengan kearifan lokal.
Selain itu, program pengembangan yang khas untuk masing-masing generasi, membangun budaya belajar untuk seluruh generasi karyawan dan semua pendekatan ini dilakukan dengan supervisi dan koordinasi dengan tim HRD.
Kedua, tactical approach to overcoming leadership gap syndrome, atau pendekatan taktis untuk mengatasi leadership gap syndrome.
Formula kedua ini merupakan turunan kewenangan dan kebijakan dari formula pertama.
Artinya setelah top management setuju dan memberikan kewenangan untuk mengatasi gejala jurang kepemimpinan, maka secara hirarkis organisasi, mereka mendelegasikan pelaksanaan kepada 1 tingkat di bawah mereka, yaitu middle management atau mereka yang ada di jajaran manajemen madya.
Pada level inilah yang memiliki tugas untuk menerjemahkan kebijakan strategis menjadi kegiatan taktis.
Untuk pendekatan taktis ini kita sampaikan beberapa di antaranya, yaitu: semua karyawan dari semua kalangan generasi dengan proses kepemimpinan yang produktif wajib mulai meninggalkan kebiasaan melakukan stereotyping negatif dan destruktif.
Pemimpin pada level firstline dan middle perlu memberikan contoh bagaimana cara mengomunikasikan preferensi Anda secara terbuka dan konsisten dengan tetap mengacu kepada budaya dan kearifan lokal.
Kemudian semua pihak didorong untuk terus menghormati batasan masing-masing pada semua generasi dengan transparan, dan yang terpenting adalah jangan bermain favoritisme.