Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BUMN Didorong Terapkan Praktik BJR, Seberapa Penting?

Kompas.com - 23/05/2024, 10:20 WIB
Elsa Catriana,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di Indonesia penerapan Business Judgement Rule (BJR) belum sepenuhnya terintegrasi dalam praktik hukum khususnya di perusahaan pelat merah alias BUMN.

BJR sendiri merupakan doktrin yang telah lama diakui sebagai perlindungan bagi eksekutif perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis yang mungkin berakhir dengan hasil yang tidak menguntungkan.

Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengungkapkan, implementasi dari prinsip BJR ini sendiri dimaksudkan untuk melindungi Direksi dari setiap keputusan bisnis yang diambil.

Namun dengan catatan keputusan tersebut diambil dengan mengedepankan asas-asas tata kelola perusahaan yang baik atau tidak memiliki niat yang jahat semata-semata untuk kepentingan sendiri .

“Business Judgement Rule (BJR) bisa diimplementasikan ketika memang perilaku direksi dalam menentukan keputusan itu tidak ada niat jahat, tetap on the track dan tidak menyalahgunakan kewenangan,” ujarnya dalam diskusi pemahaman BJR di Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Baca juga: Kapan Gaji Karyawan Indofarma Akan Dibayar? Ini Penjelasan Wamen BUMN

Hikmahanto tak memungkiri bahwa dalam praktiknya tak jarang terjadi penyimpangan antara penerapan prinsip BJR dengan Tindak Pidana Korupsi berkaitan dengan keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi Perusahaan.

Sebagai contoh, kasus yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan pada tahun 2009 yang berniat untuk mengakuisisi blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia, namun justru keputusan yang diambilnya diduga prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp 568 miliar.

Walaupun di tingkat pertama, Karen diputus bersalah dan dijatuhi vonis selama 8 tahun penjara, akan tetapi di tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan lepas. MA menyatakan bahwa perbuatan Karen bukan merupaka tindak pidana dan yang dilakukannya adalah penerapan prinsip BJR.

Oleh sebab itu menurut dia, BUMN harus menerapkan kode etik BJR yang bisa dijadikan sebagai patokan ketika suatu keputusan diambil oleh manajemen.

“Saya berharap ada semacam kode etik untuk BJR untuk BUMN ada ceklis yang harus dilakukan. Dengan adanya kode etik maka diketahui secara jelas mana keputusan yang merupakan risiko bisnis dan bukan suatu tindak pidana atau kriminalisasi,” katanya.

Baca juga: Wamen BUMN Jawab Isu Jadi Menteri Keuangan di Pemerintahan Prabowo


Di kesempatan yang sama dia juga membeberkan sederet bahaya kriminalisasi dalam putusan bisnis pada perusahaan yakni direksi akan selalu dibayangi-bayangi saat mengambil putusan bisnis, direksi tidak dalam posisi pengambil risiko atau risk tanker tetapi penghindar risiko (risk Averter) yang membuat kinerja BUMN akan datar-datar saja.

“Namun apabila BUMN kinerjanya datar-datar saja akan berdampak pada tidak dapat mencetak dividen yang signifikan, tidak dapat melakukan terobosan, kreativitas dan improvisasi menjalankan bisnis dan tidak berani melakukan ekspansi ke luar negeri dan penetrasi ke pasar negara lain,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com