Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kinerja Manufaktur Merosot, Kemenperin Sebut Imbas Permendag Kemudahan Impor

Kompas.com - 04/06/2024, 14:15 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti angka Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 yang berada di level 52,1, atau mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya yang berada di posisi 52,9.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, meski mengalami perlambatan industri di Tanah Air masih terbilang dalam kondisi sehat dan solid di tengah tantangan gejolak politik dan ekonomi global yang belum stabil.

“Kita patut bersyukur dan berterima kasih kepada para pelaku industri nasional yang hingga Mei masih bisa mempertahankan kinerja PMI tetap dalam fase ekspansi. Performa positif ini membukukan selama 33 bulan berturut-turut kita konsisten di level ekspansi,” kata Febri dalam keterangan tertulis melalui laman resmi Kemenperin, Selasa (4/6/2024).

Baca juga: Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menurut Febri, perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada Mei dipengaruhi regulasi yang dianggap tidak probisnis kepada para pelaku industri dalam negeri. Misalnya penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha untuk mengimpor sejumlah barang. 

"Kami khawatir penurunan ini sebagian disebabkan oleh regulasi yang tidak pro ke pelaku industri, yang dianggap kurang bersahabat dengan sektor manufaktur, salah satunya Permendag No. 8/2024, sehingga mempengaruhi optimisme pelaku industri dalam negeri,” ujarnya.

Febri mengatakan, Kemenperin akan terus berupaya agar Permendag 8/2024 tidak membawa sentimen negatif yang lebih dalam bagi pelaku industri manufaktur di Indonesia, sehingga PMI bulan Juni tidak akan merosot lagi.

Baca juga: PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

"Kami sudah menerima masukan dari banyak asosiasi sektor industri yang menyatakan keberatannya atas penerapan Permendag 8/2024, dan itu pun sudah disampaikan mereka kepada publik oleh masing-masing asosiasi,” tuturnya.

Selain itu Permendag 8/2024, Febri mengatakan, karut marut dari implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri juga akan membawa dampak penurunan PMI atau kepercayaan diri dari pelaku manufaktur di Tanah Air.

Padahal, kata dia, fasilitas HGBT menjadi stimulus penting untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi masuk ke Indonesia.

Baca juga: Pelemahan Rupiah Akan Berpengaruh pada Manufaktur RI

“Banyak sekali calon investor yang menunggu apakah kebijakan HGBT USD 6 per MMBTU untuk industri ini akan dilanjutkan atau tidak? Karena insentif ini sangat menarik bagi mereka, sebagai salah satu kunci untuk bisa berdaya saing,” kata dia.

Lebih lanjut, Febri mengatakan, terdapat dua instrumen yang dapat menumbuhkan kinerja industri nasional, yakni melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Ia mengatakan SNI bisa dipergunakan untuk mengontrol impor dan melindungi industri dalam negeri.

Baca juga: Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

“Selain itu, kita tidak boleh lupa mengenai prinsip-prinsip TKDN. Prinsip pertama bahwa TKDN mendorong dan menumbuh-kembangkan investasi. Kemudian kedua, TKDN menumbuhkan pohon-pohon industri yang masih kosong. Dan, ketiga adalah TKDN memperluas nilai tambah,” ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) memastikan pemerintah tidak akan lagi merevisi Permendag Nomor 8/2024 tentang kebijakan impor.

Hal ini menyusul banyaknya keluhan dari pelaku usaha yang menilai beleid ini bisa membuat industri terpukul hingga Indonesia bisa banjir produk impor.

Baca juga: PMI Manufaktur RI Ekspansif 30 Bulan Berturut-turut, Ini Respons Pengusaha

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com