BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Inalum
Salin Artikel

Sukseskan Hilirisasi Pertambangan, Inalum Bentuk MMII

KOMPAS.com – Akhir-akhir ini, industri pertambangan Indonesia sedang menjadi topik perbincangan hangat.

Pertama mengenai akuisisi Indonesia lewat PT Inalum (Persero) atas perusahaan pertambangan di Papua, yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) sebanyak 51,2 persen. Selanjutnya, topik mengenai upaya pemerintah dalam hilirisasi pertambangan dalam produk-produknya juga kembali mengemuka.

Melansir Kompas.com, Minggu (28/10/2018), Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa proses hilirisasi pada sektor pertambangan memiliki peran cukup penting.

“Hilirisasi dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang. Selain itu, hilirisasi tambang dapat pula mendorong penghematan devisa negara dan memperkuat perekonomian dalam negeri,” ungkap Budi.

Adapun dalam rangka menyukseskan berbagai proyek hilirisasi pertambangan, Inalum secara resmi membentuk lembaga riset dan inovasi yang diberi nama Mining and Minerals Industry Institute (MMII) sejak 1 Februari 2019.

Secara umum, lembaga tersebut yang akan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan kolaborasi dalam hal hilirisasi pertambangan.

Executive Director MMII Ratih Amri mengatakan, salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah kolaborasi MMII dengan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaannya, seperti PT Krakatau Steel, PT Nasional Hijau Lesatri, dan BLU Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira).

“Tujuan dari kolaborasi atau sinergi ini adalah bagaimana memperoleh satu produk untuk menggantikan coal tar pitch (CTP) yang selama ini diimpor dengan coal tar pitch (CTP) buatan dalam negeri,” ujar Ratih kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (22/4/2019).

Sebagai informasi, CTP merupakan salah satu bahan baku yang diperlukan sebagai material perekat untuk membuat anoda (elektroda penghantar listrik). Jadi, anoda ini akan digunakan dalam proses peleburan alumunium.

Secretary General MMII Adhietya Saputra menjelaskan, CTP adalah salah satu produk samping yang dihasilkan dari produksi kokas (metallurgical coke).

“Saat ini kokas sudah diproduksi oleh PT Krakatau Steel, tetapi hasil buangan dari produksi kokas itu belum termanfaatkan dengan baik,” ujar Adhietya.

Mulanya, lanjut Adhietya, produksi kokas akan menghasilkan coal tar. Coal tar yang belum diolah ini adalah termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Namun, ternyata limbah B3 tersebut bisa diolah kembali menjadi produk yang berguna menjadi coal tar pitch.

“Jadi langkah kolaborasi ini juga bermanfaat bagi pemanfaatan limbah B3 menjadi sebuah produk yang berguna,” tambahnya.

Target pemakaian tahun ini

Terkait kolaborasi yang sedang terjalin, ada dua aspek yang menjadi perhatian khusus MMII, yakni aspek penelitian dan aspek komersialisasi.

“Terlebih dahulu coal tar yang dihasilkan oleh PT Krakatau Steel akan diuji coba dalam laboratorium, apakah cocok untuk diolah menjadi coal tar pitch atau tidak. Proses ini lebih kurang akan memakan waktu 5-6 bulan,” ujar Adhietya.

Sementara itu, dari segi komersialisasi PT Inalum sudah berkolaborasi dengan PT Nasional Hijau Lestari untuk melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan dalam hal perizinan sebagai proses implementasi di tingkat industri.

“Untuk target pemakaian kami menargetkan tahun ini agar secepatnya bisa mengurangi kebutuhan impor dan terjadinya pemanfaatan produk dalam negeri secara optimal,” jelas Ratih.

Dengan langkah ini, Inalum pun meyakini bahwa proses hilirisasi pertambangan perlahan bisa dilakukan untuk memperkuat perekonomian Indonesia.

https://money.kompas.com/read/2019/04/25/160000726/sukseskan-hilirisasi-pertambangan-inalum-bentuk-mmii

Terkini Lainnya

Bagikan artikel ini melalui
Oke