Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

MAX 8 Menjadi Lembar Penutup bagi Serial Boeing 737

Setelah menyusuri perjalanan yang cukup panjang pasca dua kecelakan tersebut sebenarnya Boeing sudah selesai dengan proses penyempurnaan MAX 8 yang dikenal salah satunya sangat berhubungan erat dengan “masalah” MCAS. (Maneuvering Characteristic Augmentation System)

Bulan Desember adalah jadwal penyelesaian akhir dari penyempurnaan MCAS dan di Januari sudah di plot sebagai waktu yang tepat untuk “mengudarakan” kembali seluruh Pesawat B-737 MAX 8.

Boeing merencanakan, akan tetapi irama perencanaan dari Boeing ternyata tidak selaras dengan proses pengambilan keputusan di FAA, Federal Aviation Administration, otoritas penerbangan Amerika Serikat. Sikap FAA dalam masalah MCAS telah membuat Boeing tidak dapat lanjut dengan rencana awalnya.

Sampai di sini tidak diketahui tentang bagaimana nasib dan masa depan dari pesawat Boeing-737 MAX 8. Justru kabar yang berkembang selanjutnya adalah “dipecat”nya Sang CEO Boeing Dennis Muilenberg yang digantikan oleh David Calhoun.

Tidak dapat dihindari bahwa Boeing akan mengalami kerugian besar dengan dihentikannya produksi MAX 8 ini, akan tetapi harus di akui pula bahwa keputusan menghentikan produksi MAX 8 adalah sebuah keputusan yang terbaik dari sekian banyak alternatif yang dapat dipilih pada saat ini.

Perkembangan teknologi dan persaingan pasar

Menjadi sangat menarik bila kita coba menelusuri bagaimana teknologi penerbangan yang mempengaruhi romantika persaingan pasar dunia antara Amerika Serikat dan Eropa.

Di permukaan terlihat sekali bagaimana persaingan ketat antara Boeing dengan Airbus yang sebenarnya telah dimulai terlebih dahulu antara Boeing dengan konsorsium pabrik pesawat Uni Eropa yang belakangan terhimpun bersatu untuk menguatkan diri menjadi Airbus.

Sejak pesawat Boeing mulai terlihat merajai pasar dunia, terutama setelah diluncurkannya pesawat Jumbo Jet B-747 yang menguasai angkutan udara global, maka Industri penerbangan Eropa berkonsentrasi sekuat tenaga untuk membuat “saingan” pesawat terbang angkut yang dapat mengalahkan pasar pesawat-pesawat Boeing.

Dari berbagai analisis yang dibuat oleh para pakar dirgantara Eropa maka harus ada dua jenis pesawat terbang yang akan di rencanakan untuk mengalahkan dominasi pesawat B-747.

Kesimpulan sementara pada waktu itu adalah terpaku hanya (baru) kepada unsur kecepatan pesawat dan ukuran besar kapasitas yang dapat diangkut.

Dengan parameter tersebut maka muncullah produk pesawat terbang Concorde yang mampu terbang dengan kecepatan melebihi 2 kali kecepatan suara (2,04 Mach) dan kemudian menyusul pesawat Airbus 380 yang mampu membawa lebih dari 800 penumpang.

Itulah dua produk pesawat terbang penumpang yang memecahkan rekor dalam kecepatan dan jumlah penumpang. Ketika itu dinilai sebagai sebuah strategi yang sangat jitu dalam mengalahkan produk pesawat terbang sipil komersial keluaran Amerika Serikat khususnya Boeing.

Realita di lapangan ternyata berkata lain, karena kedua pesawat terbang spektakuler tersebut ternyata tidak dapat berkembang sesuai rencana. Concorde yang hanya di produksi tidak lebih dari 20 pesawat dan mulai terbang operasional di tahun 1976 telah dikandangkan dengan upacara penerbangan terakhir di tahun 2003.

Sementara itu pesawat Airbus A-380 yang sudah dipesan sebanyak 154 pesawat, belakangan ini sudah menunjukkan menurun kiprah terbang operasionalnya yang ditandai dengan beberapa maskapai menghentikan penggunaan A-380 dan menggantikannya dengan pesawat terbang jenis lain yang lebih menguntungkan.

Pesawat terbang irit bahan bakar

Tidak begitu jelas tentang apa sebenarnya yang menjadi penyebab utama, akan tetapi terlihat sekali persaingan di lapangan ternyata bergeser kepada pesawat-pesawat terbang yang irit bahan bakar.

Hal yang sangat masuk akal karena biaya utama dan terbesar dalam operasi penerbangan adalah berhubungan erat dengan harga dan penggunaan bahan bakar.

Demikianlah maka pesawat berbadan lebar tidak lagi menggunakan 4 mesin akan tetapi cukup 2 mesin saja. Tidak cukup sekedar 2 mesin saja akan tetapi juga mesin yang hemat bahan bakar.

Itu sebabnya kemudian muncul pesawat B-777 dan Airbus 330 dua pesawat berbadan lebar dengan 2 mesin saja, yang segera menyingkirkan sang Jumbo Jet B-747 dari singgasananya.

Pada lapis lain terlihat pesawat B-737 dengan varian-variannya berhadapan dengan Airbus A-320 juga dengan varian yang lebih berkonsentrasi kepada mesin yang irit bahan bakar.

Dalam ajang persaingan pada dua dekade terakhir inilah Boeing akhirnya berhadapan dengan “tragedi” dua fatal accident di Indonesia dan Ethiopia yang menewaskan lebih dari 300 orang.

Seperti diketahui, kabar yang tersiar akhir minggu ini adalah dihentikannya produksi B-737 MAX 8.

Persaingan yang dilatar belakangi oleh pesatnya kemajuan teknologi penerbangan dalam memperebutkan pasar angkutan udara global telah menelan korban berikutnya di jalur produksi pesawat terbang mutakhir.

MAX 8 kemungkinan akan tercatat sebagai lembar penutup dari alur serial pengembangan jenis pesawat unggulan Boeing dalam hal ini B-737.

https://money.kompas.com/read/2019/12/30/063800026/max-8-menjadi-lembar-penutup-bagi-serial-boeing-737

Terkini Lainnya

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke