Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Inklusivitas Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum

PEMERINTAH sudah menetapkan Indonesia menuju mobil listrik. Terakhir, keluar peraturan tentang pengalihan mobil pemerintah berbahan bakar berbasis fosil ke mobil berbahan bakar listrik. Hal ini menjadi faktor pendorong berkembangnya mobil listrik di Indonesia.

Saat ini populasi mobil listrik di Indonesia masih rendah. Data per Juli 2022, hanya ada sekitar 2.000 unit mobil listrik.

Angka ini akan meningkat cepat karena pemesanan Hyundai Ioniq per September saja sudah mencapai sekitar 3.200 unit.

Belum lagi masuknya mobil listrik dengan level harga yang paling laku di Indonesia, yaitu Rp 200 jutaan seperti Wuling, dan kemungkinan akan disusul oleh merek-merek lain.

Pemerintah menargetkan tahun 2030 sebanyak 187.500 unit mobil listrik sudah wira-wiri di jalanan Indonesia.

Selain itu, pemerintah juga menerbitkan beberapa peraturan untuk mengembangkan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), mulai dari keringanan bea masuk baterai hingga tarif listrik yang lebih murah bagi kendaraan.

Keberadaan SPKLU di tempat-tempat umum sangat penting untuk menarik konsumen membeli mobil listrik. Jika tidak ada jaringan SPKLU, maka mobil listrik tidak akan berkembang. Sudah mahal, susah pula mengisi daya, demikian tentunya keluhan konsumen.

Sekarang ini infrastruktur pengisian daya mobil listrik sedang giat dibangun. Jika beberapa tahun yang lalu baru PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN yang giat membangun SPKLU, kini lebih banyak lagi pihak yang berpartisipasi dalam pembangunan pengisian baterai mobil listrik ini.

Alhasil, jumlah SPKLU bertambah dengan cepat. Kini sudah tersedia 521 unit SPKLU di seluruh Indonesia (per November 2022).

Jumlah ini akan bertambah lebih cepat lagi karena mobil yang buangannya rendah polusi ini mulai diproduksi di Indonesia sejak tahun ini. Harganya lebih murah 30 persen dibanding mobil impor.

Peminatnya membludak sehingga inden pemesanan sampai 10 bulan. Dengan demikian, jumlah mobil listrik akan meningkat tajam pada tahun-tahun mendatang.

Peningkatan populasi mobil listrik menarik investor SPKLU. Pemerintah mentargetkan sebanyak 25.000 unit SPKLU sudah tersedia di tempat-tempat umum di seluruh Indonesia.

Perintisan yang dilakukan PLN yang bergerak karena penugasan dari Pemerintah, kemudian diikuti oleh pihak swasta ketika pasarnya sudah semakin nyata. Dengan demikian, mereka yang turut membangun jaringan SPKLU bisa dikelompokkan sebagai berikut:

  1. PLN yang mendapat penugasan pemerintah untuk mengembangkan jaringan SPKLU dan kini mengembangkannya sebagai bisnis.
  2. Pemegang merk mobil listrik seperti Hyundai, Mitsubishi, Mercedes Benz dan Tesla. Mereka membangun jaringan SPKLU dengan tujuan mendukung penjualan mobilnya. Jika jaringan SPKLU tidak banyak, maka tentu minat konsumen untuk membeli mobil listrik tidak akan besar.
  3. Perusahaan transportasi (termasuk transportasi online) seperti Grab, Blue Bird, Trans Jakarta. Mereka membangun jaringan SPKLU untuk keperluan kendaraan mereka sendiri (tidak untuk umum).
  4. Perusahaan jaringan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) seperti Pertamina Retail dan Shell. Penjualan BBM mereka akan menurun dengan semakin banyaknya mobil listrik sehingga mereka bersiap-siap beralih produk.
  5. Perusahaan yang berspesialisasi pada bisnis SPKLU, dan lain-lain.

Baterai mobil listrik yang terisi penuh mampu menempuh jarak 200 km – 400 km, tergantung jenis mobilnya.

Berkendaraan di dalam kota, katakanlah, pergi pulang menempuh jarak 100 km – 150 km. Ini sudah termasuk wira-wiri ke berbagai tempat dan memperhitungkan kemacetan, di mana konsumsi daya listrik bertambah.

Jadi, untuk pengunaan kendaraan sehari-hari dengan aktivitas normal, pengisian daya di rumah sudah mencukupi. Bahkan, tergantung mobilnya, bisa untuk lebih dari satu hari.

Sebagaimana diketahui, pada saat membeli mobil listrik, konsumen diberi perangkat untuk mengisi daya listrik. Untuk mengisi penuh baterai, diperlukan waktu sekitar 8 jam dari posisi nol hingga penuh 100 persen.

Namun, baterai tidak harus diisi hingga penuh. Yang penting cukup untuk perjalanan sesuai kegiatan esok hari. Jadi bisa diisi beberapa jam setiap kali tiba di rumah sepulang dari bepergian

Namun, ada faktor lain lagi, yaitu rasa aman. Karena mobil listrik adalah produk baru dan jaringan SPKLU belum banyak, para pengendara membutuhkan rasa aman bahwa baterainya memiliki daya yang cukup.

Katakanlah minimal 40 persen. Jika baterai tersisa 50 persen, mereka sudah harus mencari SPKLU. Kelak, jika SPKLU sudah banyak, maka tentu angka minimal dini akan lebih rendah.

Oleh karena itu, keberadaan SPKLU di tempat umum penting untuk memberi rasa aman kepada para pengendara.

Yang dimaksud dengan tempat umum adalah SPBU, mal, hotel, kafe dan lain-lain, yaitu tempat di mana pengunjungnya berganti setiap hari. Ini berbeda dengan rumah, apartemen dan perkantoran yang pengunjungnya (relatif) tetap.

Keberadaan SPKLU di tempat umum menjadi lebih penting lagi bagi pengendara dari luar kota. Mereka pasti mengisi daya kendaraan mereka di SPKLU di kota tujuan.

Jadi, selain di jalur jalan penghubung antarkota, keberadaan SPKLU di dalam kota sangat penting bagi pengendara mobil listrik dari luar kota.

Dalam kaitan ini, hotel merupakan tempat yang strategis bagi para pengendara untuk mengisi daya.

Sama seperti di rumah, sementara para pengendara mobil listrik dari luar kota yang menjadi tamu hotel yang menginap dapat melakukan aktivitas di dalam hotel, sementara mobilnya di tempat parkir diisi dengan daya (listrik).

Mengisi daya listrik di rumah vs SPKLU

Di rumah, pengisian daya listrik dilakukan tidak dalam keadaan terburu-buru, bahkan bisa ditinggal tidur semalaman, sehingga bisa digunakan slow charging technology. Inilah yang diberikan oleh prinsipal mobil lsitrik sebagai bagian dari paket pembelian mobil.

Mengisi daya listrik di SPKLU kondisinya berbeda. Di tempat umum, pada umumnya pengendara hanya bisa mengalokasikan waktu untuk pengisian daya untuk waktu yang terbatas, sehingga membutuhkan teknologi pengisian daya yang lebih cepat.

Selain itu, bagi pengelola SPKLU, lebih menguntungkan jika proses pengisian daya lebih singkat sehingga 1 unit SPKLU bisa digunakan oleh lebih banyak mobil yang ujung-ujungnya memberi lebih banyak pendapatan.

Karena itu, pengelola SPKLU memilih teknologi pengisian baterai yang lebih cepat. Namun konsekuensinya, membutuhkan investasi lebih besar karena semakin tinggi jenis teknologi (dengan waktu pengisian yang lebih singkat) semakin mahal harga SPKLU-nya.

Teknologi mana yang dipilih, tentulah berdasarkan hitung-hitungan nilai investasi, perkiraan jumlah kendaraan yang melakukan pengisian daya, tarif pengisian daya serta lamanya break even point (BEP) yang diharapkan.

Sekarang ini sebagian pengelola properti juga berminat, atau bahkan sudah memutuskan, untuk memasang SPKLU di area properti mereka. Yang sedang mereka pertimbangkan antara lain adalah jenis teknologinya.

Dari 4 pilihan teknologi di atas, yang feasible adalah fast charging technology. Tentu juga ultra-fast technology, dengan konsekuensi perlu investasi lebih besar.

SPKLU di tempat umum biasanya berada di areal properti seperti mal, kafe, hotel dan bangunan lain. Sementara kendaraan diisi daya, pengendara bisa melakukan aktivitas di kawasan tersebut.

Sedangkan SPKLU ultra-fast charging cocok dipasang di SPBU, di jalan-jalan, dan area-area pemberhentian antarkota.

Inklusivitas

Bukan hanya masalah jumlah, lokasi dan jenis teknologi pengisian daya saja yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan infrastruktur jaringan SPKLU.

Masalah infklusivitas atau eksklusivitas SPKLU juga harus dipikirkan dalam upaya memberikan daya dukung yang maksimal bagi pengembangan mobil lsitrik.

Berikut data kepemilikan SPKLU per November 2022:

  1. Pemilik SPKLU PLN: 238 unit (45,7 persen), inklusif
  2. Pemilik SPKLU Evcuzz: 104 unit (20,0 persen), inklusif
  3. Pemilik SPKLU Hyundai: 94 unit (18 persen), eksklusif
  4. Pemilik SPKLU Grab: 20 unit (3,8 persen), eksklusif
  5. Pemilik SPKLU Mitsubishi: 16 unit (3,1 persen), eksklusif
  6. Pemilik SPKLU Shell: 14 unit (2,7 persen), inklusif
  7. Pemilik SPKLU Blue Bird: 12 unit (2,3 persen), eksklusif
  8. Pemilik SPKLU Starvo: 5 unit (1 persen), inklusif
  9. Pemilik SPKLU Pertamina Retail: 5 unit (1 persen), inklusif
  10. Pemilik SPKLU BPPT: 5 unit (1 persen), eksklusif
  11. Pemilik SPKLU lain-lain: 8 unit (1,5 persen)

Total: 521 unit (100 persen)

Dari tabel di atas terlihat bahwa SPKLU terbanyak dimiliki oleh PLN sebanyak 238 unit (45,7 persen), yang berarti sampai sejauh ini ia masih mendominasi.

Namun, SPKLU milik PLN kebanyakan berlokasi di kantor PLN, bukan di pusat aktivitas ekonomi, sehingga daya dukungnya terhadap populasi mobil listrik kurang dirasakan.

Posisi kedua dalam kepemilikan SPKLU adalah perusahaan pengelola SPKLU Evcuss sebanyak 104 unit (20 persen) dan barulah di posisi nomor 3 produsen mobil listrik Hyundai sebanyak 94 buah (18 persen)

Gabungan ketiga jenis perusahaan ini mencakup 436 unit (83,7 persen) dari total SPKLU. Suatu jumlah yang dominan.

Di antara beragam pemilik SPKLU di atas, hanya PLN, EVcuzz, Starvo, Shell, dan Pertamina Retail yang SPKLU-nya insklusif, artinya bisa digunakan oleh semua merek mobil listrik.

Sedangkan SPKLU lain bersifat eksklusif karena hanya bisa digunakan oleh merk mobil itu saja (Hyundai, Mitshubishi, Mercedes Benz), atau digunakan oleh kalangan mereka sendiri (Grab, Blue Bird, Trans Jakarta).

Secara total, SPKLU inklusif berjumlah sekitar 366 unit (70,2,9 persen). Memang masih dominan dibandingkan yang eksklusif, namun dengan catatan 238 unit (65 persen) di antaranya milik PLN.

Sebagaimana sudah disebutkan di atas, lokasi SPKLU PLN kebanyakan di kantor PLN, bukan daerah di pusat kegiatan ekonomi di mana mobil listrik banyak ber-sliweran.

Di masa depan, kontribusi perusahaan spesialis pengelola SPKLU pasti bertambah dengan semakin banyaknya perusahaan yang masuk ke sektor ini.

Apalagi PLN menawarkan kerjasama dengan pihak ketiga yang bisa menggunakan merk mereka sendiri, sehingga kepemilikannya akan tercatat atas nama merek atau nama perusahaan tersebut.

Di masa depan, lokasi SPKLU milik PLN memang akan lebih menyebar karena PLN belakangan juga memasang SPKLU di tempat umum. Selain itu, pihak ketiga yang bekerja-sama dengan PLN akan memperluas penyebaran SPKLN insklusif.

Melihat angka di atas, perlu dipikirkan upaya untuk menggenjot jumlah SPKLU yang inklusif. Hal ini penting untuk memberikan dorongan yang kuat pada pengembangan penggunaan mobil listrik.

Jika masih sulit mencari SPKLU di tempat umum, tentu pemilik kendaraan listrik juga hanya akan menggunakan kendaraannya secara terbatas karena dibayangi kesulitan pengisian daya di perjalanan. Apalagi jika berkendaraan di kota lain.

Bayangkan, jika pengendara mobil listrik membutuhkan untuk mengisi daya, tapi hanya menemui SPKLU-SPKLU eksklusif di tempat-tempat umum yang dikunjunginya. Tentu hal ini mengecewakan dan merepotkan.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang membawahi masalah listrik, sebaiknya membuat peraturan yang mewajibkan pemasangan SPKLU di tempat-tempat umum bersifat inklusif.

Atau setidaknya, 60- 70 persen SPKLU yang dibangun bersifat inklusif. Jadi jika suatu pemegang merek mobil listrik ingin membangun 1 unit SPKLU eksklusif bagi merek mobil mereka, mereka harus juga membangun 2 unit SPKLU inklusif.

Hal ini mirip kewajiban yang diperuntukan pengembang perumahan, yakni 30 persen luas areal perumahan keseluruhan untuk dibangun fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk kepentingan umum.

Bagi pemegang merek yang populasi mobilnya sedikit, memang dirasakan memberatkan dan dirasakan memberi keuntungan bagi produsen atau pemegang merek mobil listrik yang populasinya besar. Seolah-olah, mereka membangun SPKLU untuk mobil pesaing.

Tapi hal ini bisa menjadi pemicu mereka untuk segera memproduksi mobilnya di Indonesia, sehingga harganya lebih murah dan meraih pangsa pasar yang lebih besar.

Bisa juga, sebagai jalan tengah, ketentuan perbandingan pemasangan SPKLU yang inklusif dan ekslusif juga mempertimbangkan populasi mobil listrik pihak pemegang mereknya.

Misalnya, untuk merek mobil yang populasinya maksimal sekian, perbandingan SPKLU ekslusif dan inklusif = 1 : 3.

Sementara bagi merk mobil yang populasinya sudah mencapai minimal sekian, perbandingan SPKLU esklusif dan inklusif = 1 : 2.

Bisa saja jumlah kategori populasi mobilnya dibuat lebih dari dua grup. Hal ini bisa dikaji dengan intensif untuk meminimalkan beban bagi pemegang merek mobil yang populasinya sedikit, tapi tujuan nasional memajukan mobil listrik tercapai.

Dengan ada peraturan ini, jumlah SPKLU inklusif akan bertambah dengan cepat dan akan dirasakan sebagai dukungan yang kuat bagi pengendara mobil listrik.

Para pengendara pun semakin nyaman dan semakin sering menggunakan kendaraan listriknya, termasuk ke luar kota.

https://money.kompas.com/read/2022/12/14/170909226/inklusivitas-stasiun-pengisian-kendaraan-listrik-umum

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke