Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kaleidoskop 2022: Rombak Sistem Keuangan Ala Pemerintahan Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat sejarah baru di sektor keuangan Indonesia dengan merombak berbagai aturan melalui pembuatan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Pada 15 Desember 2022 lalu, omnibus law yang mengamandemen 17 undang-undang di sektor keuangan itu, telah disahkan pemerintah bersama DPR RI dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani.

UU PPSK memperbaharui berbagai undang-undang terkait sektor keuangan yang sudah usang, bahkan melebihi 30 tahun, yang tak lagi relavan dengan perkembangan zaman dan teknologi masa kini. Upaya mereformasi sektor keuangan itu pun dikerucutkan ke dalam 27 bab dan 341 pasal di dalam UU PPSK.

Undang-undang sapu jagat itu mencakup perbankan, perasuransian, koperasi, dana pensiun, pasar modal, pasar uang, inklusi keuangan, sistem pembayaran, stabilitas sistem keuangan, hingga sumber daya manusia di sektor keuangan. Pemerintah berharap beleid ini mampu mendorong pembangunan ekonomi nasional.

"Kesepakatan hari ini (pengesahan UU PPSK) adalah sebuah tonggak bersejarah, milestone luar biasa bagi perekonomian Indonesia," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Pemerintah menilai reformasi diperlukan karena masih dangkalnya sektor keuangan Indonesia, khususnya rendahnya tabungan masyarakat dalam bentuk dana pensiun dan asuransi. Selain itu, aset sektor keuangan Indonesia masih didominasi sumber pendanaan jangka pendek yaitu sektor perbankan.

Pertimbangan lainnya, tingkat bunga pinjaman yang masih relatif tinggi dibandingkan negara-negara di kawasan sehingga mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi. Aspek tata kelola dan penegakan hukum sektor keuangan Indonesia juga masih perlu ditingkatkan.

Indeks keuangan inklusif Indonesia juga masih perlu diperbaiki, terlebih adanya disrupsi teknologi khususnya teknologi digital seperti financial technology (fintech). Serta pertumbuhan sumber daya manusia penunjang sektor keuangan di Indonesia yang relatif melambat.

"Kondisi dan tantangan sektor keuangan terkini memperlihatkan urgensi reformasi sektor keuangan Indonesia," katanya.

Cakupan isi UU PPSK

Secara rinci, UU PPSK pada Bab I memuat ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal, Bab II tentang asas, maksud, dan tujuan, serta ruang lingkup yang terdiri dari 3 pasal, Bab III tentang kelembagaan yang terdiri dari 8 pasal, Bab IV mengenai perbankan yang terdiri dari 3 pasal, dan Bab V tentang pasar modal, pasar uang, pasar valuta asing yang terdiri dari 35 pasal.

Lalu Bab VI tentang perasuransian yang terdiri dari 2 pasal, Bab VII tentang asuransi usaha bersama yang terdiri dari 26 pasal, Bab VIII tentang program penjaminan polis yang terdiri dari 25 pasal, Bab IX tentang penjaminan yang terdiri dari 2 pasal, Bab X tentang usaha jasa pembiayaan yang terdiri dari 24 pasal, dan Bab XI tentang kegiatan usaha bullion yang terdiri dari 3 pasal.

Kemudian Bab XII tentang dana pensiun, program jaminan hari tua, dan program pensiun yang terdiri dari 68 pasal, Bab XIII tentang koperasi di sektor jasa keuangan yang terdiri dari 2 pasal, Bab XIV tentang lembaga keuangan mikro yang terdiri dari 2 pasal, Bab XV tentang konglomerasi keuangan mikro yang terdiri dari 8 pasal, dan Bab XVI tentang inovasi teknologi sektor keuangan yang terdiri dari 9 pasal.

Bab XVII tentang penerapan keuangan berkelanjutan yang terdiri dari 3 pasal, Bab XVII tentang literasi keuangan, inklusi keuangan, dan perlindungan konsumen yang terdiri dari 24 pasal, Bab XIX tentang akses pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah yang terdiri dari 3 pasal, Bab XX tentang sumber daya manusia yang terdiri dari 22 pasal, dan Bab XXI tentang stabilitas sistem keuangan yang terdiri dari 3 pasal.

Serta Bab XXII tentang lembaga pembiayaan ekspor indonesia yang terdiri dari 2 pasal, Bab XXIII tentang sanksi administratif yang terdiri dari 8 pasal, Bab XXIV tentang ketentuan pidana yang terdiri dari 20 pasal, Bab XXV tentang ketentuan lain-Lain yang terdiri dari 1 pasal, Bab XXVI tentang ketentuan peralihan yang terdiri dari 18 pasal, dan Bab XXVII tentang ketentuan penutup yang terdiri dari 16 pasal.

Adapun ruang lingkup dan pokok-pokok pembahasan dalam UU PPSK di antaranya yakni terkait penguatan tujuan, tugas, dan wewenang Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Salah satu yang paling disoroti adalah, dewan gubernur atau dewan komisioner ketiga lembaga itu tak boleh diisi oleh anggota partai politik (parpol).

Sebelumnya dalam masa penyusunan, mencuat usulan dari DPR RI bahwa posisi dewan gubernur atau dewan komisioner dapat diisi oleh anggota parpol. Meski demikian, diputuskan pasal mengenai pelarangan anggota parpol masih tetap dipertahankan, hanya saja sedikit berubah yakni jika anggota parpol ingin menjabat posisi dewan gubernur BI harus lebih dulu resign ketika pencalonan.

"Dalam undang-undang awalnya justru mereka (orang parpol) boleh untuk dicalonkan di dalam dewan gubernur, baru sesudah terpilih mereka harus resign. Kalau sekarang saat mencalonkan sudah harus resign. Jadi ini suatu hal yang memberikan kemajuan dari sisi indepedensi secara profesional seluruh anggota dewan gubernur dan anggota dewan komisioner," jelas Sri Mulyani.

Ruang lingkup lainnya, beleid ini menetapkan tugas baru bagi LPS yakni menjamin polis asuransi yang dikelola oleh perusahaan asuransi. Namun, implementasinya baru akan berlaku 5 tahun lagi.

Menurut Sri Mulyani, LPS membutuhkan persiapan yang matang untuk bisa menjalankan tugas barunya sebagai penjamin polis asuransi, sebab mandat baru tersebut berbeda dari yang selama ini dikerjakan LPS yakni menjamin simpanan nasabah bank. 

Nantinya, pemerintah juga akan mengeluarkan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang berisi kesiapan yang harus dilakukan, baik oleh industri asuransi maupun LPS. Ia memastikan, penugasan baru LPS ini akan dibahas dengan hati-hati bersama seluruh anggota dewan dan pelaku industri asuransi guna bisa memberikan manfaat dan melindungi nasabah.

"Oleh karena itu, 5 tahun ini nanti akan kita manfaatkan di dalam membuat persiapan-persiapannya," katanya.

Sementara pada OJK, diberikan tugas tambahan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan aset kripto dan perusahaan modal ventura. Seperti diketahui, sebelumnya pengawasan aset kripto dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.

Maka seiring dengan penambahan tugas itu, dalam UU PPSK ditetapkan bahwa anggota dewan komisioner OJK menjadi 11 orang dari saat ini hanya 9 orang. Nantinya perubahan dewan komisioner OJK juga akan dilakukan satu per satu tergantung padalama masa jabatannya, tidak seperti saat ini yang serentak berganti seluruhnya.

Adapun penambahan dua dewan komisioner yakni posisi Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota. Serta untuk posisi Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto merangkap anggota.

Bantah UU PPSK disusun dengan cepat

Pemerintah dan DPR RI membantah bahwa perumusan UU PPSK dikerjakan dengan sistem kebut semalam' alias dilakukan dengan cepat. Sri Mulyani menyebut, pembahasan beleid ini sudah berjalan sejak akhir tahun lalu.

Ia menjelaskan, pembicaraan antara pemerintah dengan DPR mengenai pentingnya reformasi sektor keuangan sudah berlangsung sangat lama, namun tentu perlu dilakukan dengan proses legislasi. Usulan pengubahan aturan pun bisa berasal dari pemerintah maupun DPR, yang kali ini inisiatifnya memang dari DPR dan diteruskan dengan dilakukan pembahasan oleh kedua pihak.

"Ini proses yang luar biasa cukup panjang, namun proses formal legislasinya tetap mengikuti perundang-undangan, termasuk melibatkan meaningfull participation," ungkapnya.

Ketua Panja RUU PPSK yang mewakili Komisi XI DPR, Dolfie Othniel Frederic Palit menjelaskan, penyusunan rancangan UU PPSK dimulai sejak penyampaian ke Baleg sebagai usulan RUU Prioritas Komisi XI pada tanggal 28 September 2021. Sesuai dengan keputusan rapat Bamus tanggal 9 November 2022, maka RUU PPSK dibahas oleh Komisi XI DPR RI melalui Panja RUU PPSK dalam melaksanakan pembahasan RUU.

Panja RUU PPSK melakukan pembahasan substansi atas keseluruhan daftar inventaris masalaj (DIM) sepanjang 10 November-5 Desember 2022, termasuk rapat dengar pendapat umum (RDPU) guna menyerap aspirasi masyarakat.

Lalu dilakukan pembahasan oleh tim perumus dan tim sinkronisasi yang dilaksanakan sepanjang 2- 7 Desember 2022. Selanjutnya, panja melaporkan hasil akhir pembicaraan tingkat satu dalam rapat kerja bersama pemerintah pada 8 Desember 2022, yang kemudian draft RUU PPSK disepakati oleh pemerintah dan seluruh fraksi anggota Komisi XI, hingga akhirnya disahkan menjadi UU PPSK dalam rapat paripurna 15 Desember 2022.

"Kita sudah mulai membahas ini. Kalau lihat proses yang di akhirnya seolah-olah cepat karena prosesnya lama dari DIM yang disampaikan pemerintah untuk dapat disepakati. Ada DIM tertentu yang perlu pembahasan lebih dalam, misalnya kelembagaan BI, OJK, LPS, karena ada perbedaan pandangan dari pemerintah juga KSP (Kantor Staf Presiden)," kata Dolfie.

https://money.kompas.com/read/2022/12/31/202000326/kaleidoskop-2022--rombak-sistem-keuangan-ala-pemerintahan-jokowi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke