Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masa Depan Rupiah Digital

Ini terutama melalui kemunculan private digital currency yang biasa dikenal dengan crypto-assets dan stablecoin.

Inovasi teknologi dan perubahan perilaku masyarakat menjadi katalisator yang mendorong transformasi tersebut. Keterlekatan teknologi baru tidak bisa dihindarkan.

Terutama Web 3.0 dan Distributed Ledger Technology (DLT) mendorong pengembangan besar-besaran aset kripto dan stablecoin, bersama dengan berbagai peluang dan risiko yang melekat.

Di satu sisi, fenomena ini berpotensi meningkatkan inklusi dan efisiensi sistem keuangan, termasuk pembayaran lintas batas dan sekaligus membangun landasan yang terdesentralisasi bagi perilaku keuangan dan menawarkan akses cepat ke berbagai produk keuangan.

Namun, di sisi lain, aset kripto dan stablecoin juga menimbulkan risiko terkait potensi pencucian uang dan pendanaan teroris serta transaksi ilegal.

Adopsi aset kripto dan stablecoin yang masif bisa juga berdampak pada efektivitas kebijakan bank sentral. Ini bisa nampak pada potensi risiko stabilitas keuangan, mata uang bayangan dan bank sentral bayangan, serta berimplikasi pada sistem moneter global.

Merespons potensi ini, komunitas bank sentral internasional mencoba untuk mengkalibrasi pendekatan kebijakan mereka dengan mulai mengeksplorasi subjek penerbitan mata uang digital bank sentral (CBDC) sebagai solusi masa depan yang potensial.

Sinyalemen ini terpantulkan pada perhelatan kepresidenan Indonesia pada G20 tahun 2022 lalu.

Bank sentral dalam G20 bersama dengan organisasi internasional, telah menanggapi histeria tersebut dengan merumuskan peraturan dan meningkatkan pengawasan aset kripto maupun stablecoin berdasarkan prinsip “same activity, same risk, same regulation.”

Namun, persiapan dan proses penerbitan CBDC bukanlah perkara sepele. Poin-poin penting dan prasyarat tertentu perlu dipikirkan dengan seksama.

Di mana bank sentral harus merumuskan dan menavigasi desain CBDC terukur yang menyeimbangkan manfaat dan mengelola risiko.

Bank sentral harus memperhatikan tiga isu penting. Pertama, desain CBDC yang mengutamakan kepentingan publik dan tugas bank sentral.

Pilihannya ada dua, yakni CBDC retail yang dapat berdampak langsung kepada publik atau CBDC wholesale yang ditujukan hanya untuk transaksi antarbank dan lembaga keuangan lainnya, tetapi bisa menjadi bangunan dasar dari CBDC retail.

Kedua, peran CBDC dalam mendukung inklusi keuangan melalui fitur offline di daerah terdepan, terpencil dan terluar (3T), berbiaya rendah, dan granularitas data.

Ini akan melengkapi inisiatif digitalisasi sistem pembayaran saat ini, termasuk standarisasi QR dan Open API untuk pembayaran serta pengembangan sistem pembayaran cepat.

Ketiga, integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi CBDC (3i) dengan sistem pembayaran yang sudah ada dan lama serta infrastruktur pasar keuangan, termasuk pembayaran lintas batas.

Dalam konteks itu, Bank Indonesia (BI) mengembangkan rupiah digital sebagai CBDC Indonesia yang diilhami oleh tiga penggerak utama.

Utamanya, mandat hukum bahwa BI adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan uang rupiah di Indonesia, bukan pihak swasta (shadow currency).

Selanjutnya, BI terus melakukan transformasi yang mencakup fungsi klasik sirkulasi mata uang untuk menghadapi ekonomi dan keuangan digital yang semakin terdesentralisasi.

Selain itu, BI sedang mempersiapkan infrastruktur pembayaran lintas batas untuk menghadapi perdagangan dan keuangan internasional di era digital.

Pesan penerbitan rupiah digital adalah keniscayaan masa depan yang ada di depan mata.

BI sedang menjajaki masalah penerbitan CBDC Indonesia, atau rupiah digital, melalui inisiatif bertajuk Proyek Garuda untuk mengukur desain rupiah digital yang sesuai.

Rupiah digital merupakan kontribusi BI bagi negara dalam perjuangan menjaga kedaulatan rupiah di era digital.

Rupiah digital diharapkan dapat menawarkan solusi bukti masa depan. Sebagai bentuk pengembangan CBDC di Indonesia, rupiah digital menjadi jalan bagi BI untuk terus memenuhi misi kebijakan publiknya di era digital.

Dengan rupiah digital, masyarakat akan mendapatkan akses mata uang digital dalam denominasi rupiah yang bebas risiko.

Di sisi lain, bank sentral dapat mempertahankan tingkat pelayanan publik terbaik di era digital, sekaligus memperkuat kepercayaan terhadap rupiah.

Harapannya, rupiah digital dapat lebih terjamin kualitasnya dan lebih efisien dibandingkan mata uang fisik dan saldo yang disimpan di BI.

Berdasarkan karakteristik tersebut, rupiah digital secara efektif akan menjadi instrumen inti bagi BI untuk menjalankan mandatnya di era digital.

Di sini juga dimaknai bahwa penerbitan rupiah digital adalah dalam rangka penguatan ketahanan pembayaran masyarakat Indonesia.

Rupiah digital akan menambah banyaknya alat pembayaran yang tersedia untuk masyarakat yang dapat menjamin transaksi dalam kondisi apapun.

Rupiah digital akan melengkapi mata uang yang biasa digunakan oleh masyarakat, termasuk uang kertas dan koin fisik. Ini perlu respons BI yang akomodatif terhadap masalah kebutuhan dan preferensi pembayaran masyarakat.

Intinya rupiah digital adalah menjadi alat pembayaran yang cepat, sederhana, terjangkau, aman, dan andal dalam ekosistem digital.

Inisiasi Proyek Garuda merupakan proyek payung untuk berbagai menumpuhkan perspektif yang eksploratif terkait pilihan desain arsitektur rupiah digital.

Inisiatif strategis BI ini mencakup serangkaian proyek percobaan untuk rupiah digital grosir dan eceran. Laporan ini diharapkan dapat memberikan arahan dan informasi mengenai high level design rupiah digital yang memuat substansi rencana pengembangan rupiah digital.

Desain CBDC memainkan peran penting dalam keberhasilan implementasi. Potensi nilai tambah bagi perekonomian, kemampuan menjembatani pelaksanaan mandat moneter dan makroprudensial bank sentral serta risikonya akan bergantung pada konfigurasi desain yang dipilih.

Kelompok Bank Sentral (2021) menggarisbawahi tiga prinsip dasar yang menjadi pertimbangan bank sentral saat merancang CBDC, yaitu: (i) tidak membahayakan stabilitas moneter dan keuangan; (ii) hidup berdampingan dengan uang tunai dan jenis uang lainnya dalam ekosistem pembayaran yang fleksibel dan inovatif; dan (iii) mendorong inovasi dan efisiensi yang lebih luas.

Dalam konteks itu, merumuskan desain rupiah digital menghadapi tiga persoalan utama.

Pertama, memilih arsitektur CBDC. Bank sentral dihadapkan pada pilihan antara wholesale CBDC (w-CBDC) atau retail CBDC (r-CBDC).

Secara umum, w-CBDC lebih populer di negara maju dengan pasar keuangan yang dalam dan tingkat inklusi keuangan yang tinggi.

Sebaliknya, r-CBDC umumnya lebih populer di negara berkembang dengan pasar keuangan yang lebih dangkal dan tingkat inklusi keuangan yang lebih rendah.

Meskipun menjamin akses universal langsung ke uang terpercaya, pengembangan r-CBDC biasanya lebih kompleks daripada w-CBDC.

Selain itu, bank sentral juga dihadapkan pada masalah pemilihan arsitektur yang mendukung interoperabilitas transaksi lintas batas.

Kedua, kontribusi CBDC terhadap inklusi keuangan. Jika dirancang dengan baik, khususnya r-CBDC, maka akan meningkatkan inklusi keuangan, misalnya melalui fungsionalitas offline dan penggunaan data granular.

Namun pada prinsipnya, inklusi keuangan merupakan misi publik yang harus didorong secara aktif.

Inklusi keuangan tidak boleh menunggu atau bergantung pada penerbitan CBDC. Dalam kasus Indonesia, misalnya, inklusi keuangan meningkat melalui digitalisasi sistem dan layanan pembayaran sesuai dengan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, antara lain QRIS, SNAP dan BI-FAST.

Oleh karena itu, rupiah digital akan melengkapi inisiatif yang sudah ada.

Ketiga, dalam memastikan integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi CBDC (3i) dengan infrastruktur pasar keuangan termasuk dalam konteks pembayaran lintas batas, platform CBDC harus berdampingan dengan infrastruktur pasar keuangan yang ada untuk memberikan solusi yang efisien dan terintegrasi.

Memang rupiah digital adalah kerja rumit dalam tataran implementasinya. Kepastian kehadirannya memang ditunggu dengan memastikan rendahnya risiko namun memberi faedah besar bagi penggunanya. Terutama jaminan atas efisiensi ekonomi yang memberi kesejahteraan bagi negeri.

https://money.kompas.com/read/2023/02/10/160800726/masa-depan-rupiah-digital

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke