Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Optimistis Ekonomi Indonesia 2024

Dari pidato yang disampaikan oleh Menteri Keuangan tersebut kita bisa membaca dan memahami bahwa pemerintah memiliki optimisme yang kuat terhadap kinerja perekonomian tahun 2024.

Pemerintah yakin bahwa pada 2024, ekonomi Indonesia sudah benar-benar pulih dan mampu tumbuh positif di atas lima persen.

Optimisme yang coba ditanam dan disebar pemerintah kepada seluruh pelaku ekonomi Indonesia merupakan hal yang wajar dan rasional.

Ekonomi Indonesia yang mampu tumbuh 5,3 persen sepanjang 2022 menjadi pijakan dari optimisme pemerintah tersebut.

Ekonomi Indonesia mampu pulih lebih cepat dan tumbuh lebih kuat di tengah kondisi ekonomi dan geopolitik global yang belum ideal. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03 persen pada kuartal I 2023, semakin memperkuat rasa optimisme tersebut.

Sikap optimisme tersebut tidak hanya terlihat dari target pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga menetapkan target inflasi yang terkendali di kisaran angka 1,5 hingga 3,5 persen dan tingkat suku bunga SUN 10 tahun di kisaran 6,49 persen sampai 6,91 persen.

Pemerintah hanya terlihat hati-hati pada penetapan harga minyak mentah Indonesia yang berkisar antara 75 dollar AS/barel sampai dengan 85 dollar AS/barel serta lifting minyak bumi dan gas bumi yang ada di kisaran 597.000-652.000 barel per hari dan 999.000 – 1.054.000 barel setara minyak per hari untuk gas bumi.

Overoptimistic dan Overconfidence

Walaupun dipandang sebagai hal yang wajar, sikap optimisme pemerintah dalam penyusunan dan penetapan target kinerja perekonomian nasional tahun 2024 haruslah tetap membumi.

Pemerintah jangan sampai terjebak pada sikap overoptimistic dan overconfidence yang dapat melenakan dan membuai pemerintah sehingga pemerintah cenderung untuk bersikap tidak hati-hati.

Istilah overoptimistic dan overconfidence ini muncul pertama kali dalam teori behavioral economics.

Kedua istilah tersebut merupakan lawan kata dari sifat rasionalitas yang selama ini selalu menjadi asumsi umum untuk para pengambil keputusan dan kebijakan termasuk pengambil kebijakan publik dalam hal ini adalah pemerintah.

Kedua istilah ini digunakan untuk menggambarkan sikap para pengambil keputusan yang kelewat optimistis dan percaya diri sehingga menihilkan risiko yang datang menghadang.

Sikap overoptimistic berkaitan dengan keyakinan yang terlalu berlebihan terhadap kemungkinan keberhasilan rencana dan capaian target yang telah ditentukan.

Para pengambil kebijakan yang memiliki sifat overoptimistic selalu yakin akan memperoleh keuntungan walaupun banyak tantangan, rintangan, dan risiko yang dihadapi.

Para pembuat keputusan seperti ini cenderung menganggap enteng dan menganggap remeh semua risiko yang dihadapi.

Sedangkan sifat overconfidence berkaitan dengan sikap dan keyakinan yang berlebihan terhadap hasil yang akan diperoleh dari suatu rencana atau investasi.

Jika pembuat kebijakan yang overoptimistic memiliki keyakinan terhadap kemungkinan keberhasilan suatu proyek investasi maka pembuat keputusan yang overconfidence memiliki keyakinan yang berlebih terhadap besaran hasil yang akan diperoleh.

Pembuat keputusan jenis ini akan menilai semua program/investasi layak dikerjakan sehingga penilaiannya menjadi sangat tidak objektif.

Risiko tetap tinggi

Pascaterlepas dari pandemi Covid-19, risiko sistematik belumlah berkurang signifikan. Bahkan pascapandemi Covid-19 risiko ekonomi terasa semakin menantang.

Risiko geopolitik global malah semakin membesar seiring perang Rusia dan Ukraina yang tidak kunjung usai, bahkan semakin lebar dan dalam.

Setelah perang Rusia dan Ukraina, Sudan juga ikut bergejolak yang kemudian disusul oleh Serbia yang berperang dengan Kosovo.

Ibarat api dalam sekam, peperangan antarnegara masih bisa kembali meluas mengingat saat ini masih terdapat konflik yang bisa menciptakan peperangan baru yang berasal dari konflik masa lalu.

Konflik di Semenanjung Korea, Laut China Selatan, dan konflik antarnegara teluk menjadi deretan potensi peperangan yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global secara signifikan.

Pascaperang Rusia-Ukraina dan sederet pontensi konflik yang semakin meningkat, fragmentasi geopolitik menjadi sangat kuat.

Kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi teraliansi pada keleompok-kelompok negara tertentu yang notabene pendukung salah satu negara yang sedang berperang.

Kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi semakin terkotak-kotak dan tidak lagi didasarkan pada asas manfaat dan saling menguntungkan.

Selain risiko geopolitik global yang berujung pada fragmentasi dan aliansi ekonomi, risiko yang tidak kalah besar juga terjadi di sektor moneter dan keuangan.

Pengetatan moneter yang terjadi di Amerika Serikat sudah mencapai puncaknya dan mungkin akan stagnan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Sebagai salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia, pengetatan moneter akan merembet ke dalam sistem keuangan nasional.

Bunga acuan BI akan tinggi yang berujung pada tingkat suku bunga perbankan yang ikut meninggi. Tingginya tingkat suku bunga akan kembali mengerek risiko ke level yang lebih tinggi.

Bila kondisi ini yang terjadi, maka jangan harap ada efisiensi dalam sistem perekonomian secara keseluruhan.

Tidak sampai di situ, tingkat risiko akan kembali meningkat pascalompatan besar dalam digitalisasi sistem perekonomian, keuangan, moneter, dan sistem pembayaran.

Digitalisasi tersebut telah memunculkan risiko baru yang tidak kalah besar. Kasus pembobolan sistem teknologi informasi Bank Syariah Indonesia (BSI) menjadi bukti nyata dari meningkatnya risiko teknologi pascadigitalisasi sistem ekonomi, keuangan, moneter, dan sistem pembayaran.

Di tengah kondisi ekonomi yang masih diselimuti ketidakpastian dan tingkat risiko yang semakin tinggi, sikap overoptimistic dan overcofidence sangatlah berbahaya terutama untuk para pengambil kebijakan publik seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Keuangan.

Sikap optimistis dalam memandang masa depan merupakan hal yang wajib dilakukan. Namun, tetap berpijak pada bumi di mana kita berdiri menjadi hal yang tidak boleh dilupakan.

Di tengah risiko yang semakin meningkat, pemerintah harus tetap berhati-hati dan tidak terjebak pada sikap overoptimistic dan overcofidence.

Kebijakan yang dibuat berdasarkan pada kondisi yang overoptimistic dan atau overconfidence akan jauh dari realitas yang ada.

Hasil yang akan diperoleh nanti akan jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kepercayaan publik kepada pemerintah akan cenderung terus menurun dan dalam waktu bersamaan publik akan menilai pemerintah tidak memiliki kompetensi dalam mengatur negara.

Jika hal ini terjadi, maka seluruh kebijakan yang dibuat pemerintah tidak akan efektif dan akan semakin sulit bagi pemerintah untuk menetapkan program-program pembangunan berikutnya.

https://money.kompas.com/read/2023/06/15/154320126/optimistis-ekonomi-indonesia-2024

Terkini Lainnya

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

Whats New
Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Bos Bulog Sebut Hanya Sedikit Petani yang Manfaatkan Jemput Gabah Beras, Ini Sebabnya

Whats New
Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Emiten Gas Industri SBMA Bakal Tebar Dividen Rp 1,1 Miliar

Whats New
Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi Jadi Head of Citi Commercial Bank

Citi Indonesia Tunjuk Edwin Pribadi Jadi Head of Citi Commercial Bank

Whats New
OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

OJK: Guru Harus Punya Pengetahuan tentang Edukasi Keuangan

Whats New
Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Sekjen Anwar: Kemenaker Punya Tanggung Jawab Besar Persiapkan SDM Unggul dan Berdaya Saing

Whats New
Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja BUMN Viramakarya untuk Posisi di IKN, Ini Posisi dan Persyaratannya

Whats New
Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Soal Relaksasi HET Beras Premium, Dirut Bulog: Biasanya Sulit Dikembalikan...

Whats New
Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Potensi Pasar Geospasial di Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke