Kemudahan bisnis salah satunya ditopang oleh kepastian informasi lokasi usaha. Dalam sistem online singgle submission (OSS), kepastian informasi lokasi usaha di antaranya ditentukan oleh rencana tata ruang/rencana detil tata ruang (RDTR).
Di Indonesia, baru ada sekitar 140 RDTR interaktif dari kab/kota yang tercatat dalam sistem OSS. Melalui RDTR interaktif pada sistem OSS, investor dapat melihat jenis kegiatan yang diizinkan untuk suatu lokasi.
Kegiatan usaha yang berlokasi di wilayah yang telah memiliki RDTR terintegrasi OSS, akan diberikan kemudahan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang. Belum seluruh daerah mempunyai RDTR, dan belum seluruh RDTR yang ada terintegrasi dengan sistem OSS.
Kendala Penyusunan RDTR
Salah satu kendala dalam penyusunan RDTR adalah ketersediaan informasi geospasial/peta dasar skala besar yang belum mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Informasi geospasial merupakan informasi yang menunjukkan lokasi yang dinyatakan dalam sistem koordinat.
Informasi geospasial yang digunakan untuk mendukung RDTR yaitu peta dasar skala 1:5000. Tanpa peta, RDTR tidak akan tersusun.
Badan Informasi Geospasial (BIG) diharapkan dapat berperan lebih strategis dalam menyediakan peta dasar yang lengkap, berkualitas, dan mudah diakses. Dengan memperhatikan luas Indonesia lebih dari 1,9 juta km persegi, penyediaan peta skala besar merupakan tantangan tersendiri.
Dengan skenario business as usual melalui anggaran APBN di BIG, diperlukan lebih dari 50 tahun untuk menyelesaikannya. Sementara keberadaan peta skala besar sudah sangat ditunggu kementerian, lembaga, dan pemda guna mendorong kemudahan investasi.
Perlu terobosan dan inovasi birokrasi untuk mendapatkan peta skala besar lebih cepat. Perpres 11/2021 mengatur kerja sama pemerintah dengan badan usaha milik negara (KPBUMN) dalam penyelenggaraan informasi geospasial dasar (IGD).
KPBUMN merupakan salah satu opsi untuk percepatan pengadaan peta dasar skala besar. Opsi lain untuk melengkapi skema APBN dan KPBUMN adalah IGD yang diselenggarakan oleh pihak lain (swasta), yang dalam hal ini disebut dengan IGD lain.
Peta dasar skala besar yang dibuat swasta (perkebunan, pertambangan, dan industri) dapat diintegrasikan dalam IGD nasional apabila IGD lain tersebut mempunyai standar, metode pemetaan, dan kualitas yang sama.
Akuisisi Data Geospasial
Akuisisi data geospasial untuk menyusun peta dasar menggunakan berbagai teknologi, yaitu aerial photo, LiDAR (light detection and ranging), airborne SAR (synthetic aperture radar) dan CSRT (citra satelit resolusi tinggi).
Perpaduan aerial photo dan LiDAR sangat sesuai untuk perkotaan. LiDAR adalah teknologi remote sensing dengan sensor aktif, menembakkan sinar laser yang dipasang pada wahana pesawat. Teknologi akuisisi ini akan menghasilkan data yang lebih presisi dan detil. Sementara perpaduan airborne SAR dan CSRT sesuai untuk pedesaan dan kawasan hutan.
SAR merupakan salah satu teknologi remote sensing sensor aktif yang mampu melakukan perekaman permukaan Bumi pada kondisi iluminasi rendah, dan dalam segala kondisi cuaca, sehingga cocok untuk daerah dengan kendala tutupan awan yang terjadi periodik.
Akuisisi data untuk perkotaan di seluruh Indonesia mencakup kurang lebih 90 ribu km persegi, sementara untuk pedesaan dan hutan berkisar 1,8 juta km persegi.
Pengolahan data geospasial yang diperoleh dari proses akuisisi akan dilakukan lebih cepat dengan dukungan geospatial artificial intelligence (Geo AI), mechine learning, deep learning dan otomasi lainnya.
Spesifikasi data geospasial yang dihasilkan berupa ortophoto pada resolusi detil 15 cm hingga 1m; data digital terrain model (DTM) dengan resolusi kurang dari 1m; digital surface model (DSM) dengan point cloud; dan data kenampakan obyek tiga dimensi, yang juga sangat berguna untuk smart city.
Produk peta dasar yang dihasilkan terdiri atas layer informasi bangunan, transportasi, hipsografi (relief/bentangalam daratan), perairan, garis pantai, penutup lahan, toponimi, dan batas administrasi.
Dengan perpaduan berbagai opsi dan teknologi tersebut, penyelenggaraan peta dasar skala besar diharapkan mencapai target 125 ribu lebih nomor lembar peta, sesuai amanah RPJMN. Sementara itu sampai dengan saat ini baru tersedia sekitar 7500 lembar.
Jika peta dasar skala besar telah tersedia di seluruh Indonesia, maka penyelenggaraan RDTR di setiap daerah akan berjalan lebih lancar, sistem OSS akan lebih optimal, dan proses perijinan investasi akan lebih cepat. No map, no investment.
https://money.kompas.com/read/2023/07/11/080000426/informasi-geospasial-untuk-kemudahan-investasi