Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Makroekonomi Terkini: Ekonomi Indonesia di Jalur yang Tepat?

Adapun suku bunga deposit facility tetap sebesar 5 persen dan suku bunga lending facility tetap 6,5 persen.

Suku bunga acuan ini masih tetap sama sejak awal 2023 lalu, di mana naik sebanyak 25 basis points dibandingkan Desember 2022 pada angka 5,5 persen.

Pada saat itu, kenaikan 25 basis points lebih diupayakan untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking.

Terkendalinya inflasi serta tren disinflasi sepanjang semester pertama 2023 mendorong BI tetap mempertahankan suku bunga acuan.

Kebijakan yang ditempuh tersebut dinilai masih konsisten dengan stance BI untuk memastikan terkendalinya angka inflasi dalam rentang 3,0±1 persen pada semester kedua tahun ini.

Dalam diskusi dengan IMF yang diikuti penulis pada akhir Juni lalu, disimpulkan bahwa kondisi global dalam tahap recovery, namun masih terjal.

Ekonomi global masih mengalami ketidakpastian akibat pengetatan moneter dan inflasi, pertumbuhan yang belum kuat di AS dan Tiongkok, hutang dan terbatasnya penyangga fiskal, sampai fragmentasi geopolitik yang belum mereda.

Aktivitas global (manufaktur, perdagangan, ritel, dan jasa) dalam kondisi kurang menguntungkan, namun setidaknya terdapat sedikit perbaikan mulai kuartal kedua 2023 lalu.

Kawasan Asia dianggap mampu menjadi pemimpin pertumbuhan global, dengan kontribusi terbesar berasal dari Tiongkok dan India.

Dua negara dengan penduduk terbesar (total 2,8 miliar orang) tersebut merupakan satu-satunya faktor pendorong melalui permintaaan konsumsi domestik, di saat kinerja ekspor Asia terganggu akibat kurangnya permintaan dari AS dan Eropa.

Kondisi finansial Asia saat ini secara umum masih tangguh, walaupun saham perbankan Asia sedikit dijual akibat turbulensi SVB, namun kondisinya sudah mulai pulih.

Lantas bagaimana dengan kondisi Indonesia? PDB Indonesia pada triwulan I-2023 tetap menunjukkan angka stabil, namun belum meningkat kuat sebesar 5,03 persen (year on year/yoy).

Sementara itu, PDB triwulan II-2023 diprakirakan tumbuh lebih baik dari proyeksi. Adapun proyeksi PDB 2023 secara keseluruhan diprakirakan tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen.

Dari sisi permintaan, diperlukan penguatan konsumsi rumah tangga, ekspor, dan investasi bangunan yang saat ini masih menurun akibat konsumen yang cenderung menahan belanja.

Naiknya mobilitas penduduk, membaiknya ekspektasi pendapatan, terkendalinya inflasi, serta dampak positif hari besar keagamaan dan pemberian gaji ke-13 kepada ASN dipercaya mampu menguatkan PDB nasional.

Adapun dari sisi penawaran, sektor usaha yang bersifat jasa atau contact intensive sector nampaknya lebih cepat pulih akibat transisi menuju endemi, walaupun masih bergerak dalam level new normal.

Sektor informasi-komunikasi, pertambangan, makanan-minuman, pertanian, dan perdagangan terbukti menjadi penopang PDB di saat sektor lain belum pulih.

Menjadi perhatian bersama adalah sektor real estate dan konstruksi yang umumnya terkerek harga komoditas (commodity boom), saat ini semakin menjauhi trennya.

Indikator makroekonomi seperti neraca pembayaran indonesia (NPI) saat ini tetap baik, yang dibentuk oleh surplusnya neraca perdagangan pada triwulan II 2023.

Sementara itu, cadangan devisa Indonesia tetap tinggi sebesar 137,5 miliar dollar AS, di mana mampu membiayai 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri (data Juni 2023).

Capaian tersebut mendukung ketahanan Indonesia terhadap risiko eksternal serta mengapresiasi nilai tukar rupiah.

Nilai tukar rupiah pada akhir Juli 2023, secara year to date tercatat menguat 3,63 persen dari level akhir Desember 2023.

BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui triple intervention (intervensi pasar valas dengan transaksi spot, domestic non-deliverable forward serta pembelian/ penjualan SBN di pasar sekunder) dan twist operation (penjualan SBN tenor pendek di pasar sekunder guna meningkatkan investor asing melalui daya tarik imbal hasil SBN) untuk mengendalikan inflasi barang dan memitigasi risiko pasar keuangan global.

Stimulus fiskal berupa belanja pemerintah pusat dengan nilai serapan sampai saat ini sejumlah Rp 714,6 triliun atau 31,8 persen dari target APBN (data 31 Mei 2023), perlu dipercepat.

Percepatan realisasi ini dengan mendorong penyerapan anggaran K/L serta non K/L yang diutamakan pada sektor multiplier tinggi (seperti infrastruktur, pendidikan, UMKM, dsb) dan peningkatan penyaluran bansos (seperti PKH, JKN, prakerja, dsb).

Kebijakan fiskal diharapkan konsisten dan berkelanjutan. Tahun 2023 menjadi momentum yang tepat untuk konsolidasi fiskal dengan defisit maksimal 3 persen PDB, primary balance menuju positif, debt ratio menurun, serta risiko hutang yang terkendali.

Dalam kesempatan diskusi yang sama, World Bank turut menyajikan laporan terbarunya bertajuk Indonesia Economic Prospects-June 2023.

Indonesia dinilai mampu menggabungkan stabilitas makroekonomi dengan reformasi struktural untuk mendorong daya saing selama tiga tahun terakhir, termasuk di dalamnya kebijakan omnibus law sektor keuangan dan Cipta Kerja.

World Bank menekankan identifikasi kendala kebijakan (misalnya, keuangan, pengadaan, tanah, peraturan bisnis, dan perdagangan) serta mengurangi hambatan kompetisi untuk mempercepat produktivitas.

Penutup, dengan ulasan makroekonomi terkini yang cukup positif di atas, menjadi dasar keyakinan bersama bahwa ekonomi Indonesia saat ini berada dalam jalur yang tepat, dalam konstruksi pemulihan dan transformasi ekonomi.

https://money.kompas.com/read/2023/08/01/143840626/makroekonomi-terkini-ekonomi-indonesia-di-jalur-yang-tepat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke