Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, dalam menentukan tarif CHT, pemerintah perlu melakukan perumusan yang baku, transparan, dan berpengaruh positif terhadap industri dan setoran negara.
Dengan demikian, ia merekomendasikan kepada pemerintah, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor kesehatan dapat dijadikan dalam menentukan besaran cukai CHT.
"Misalnya saja dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2025 mencapai 5 persen, lalu inflasi di angka 3 persen dan faktor kesahatan tidak lebih dari 1 persen, sehingga semestinya tarif CHT di kisaran 9 persen," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (27/4/2024).
"Sehingga pelaku usaha bisa lebih bersiap untuk menaikkan setorannya pada negara," sambungnya.
Lebih lanjut ia bilang, pengendalian konsumsi rokok tidak hanya terletak pada tarif cukai tetapi juga pada insentif dan fiskal. Menurutnya, kenaikan cukai yang eksesif bagi IHT justru akan berdampak ke sektor lain yang terkait seperti pertanian, padat karya, tenaga kerja, dan juga ritel.
"Kalau kita hanya fokus pada kenaikan tarif cukai pasti akan berimplikasi pada meningkatnya rokok ilegal," ujarnya.
Tingginya peredaran rokok ilegal pun terlihat dari penindakan yang dilakukan Bea Cukai sepanjang 2023. Melalui Operasi Gempur Rokok Ilegal tahap dua ditemukan peredaran rokok ilegal melalui PJT mengalami peningkatan dengan jumlah barang hasil penindakan mencapai 73,5 juta batang.
"Kami menilai estimasi rokok ilegal yang disurvei oleh Bea Cukai masih tergolong rendah," ucapnya.
Sebagai informasi, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memang menunjukan, setoran CHT belakangan dalam tren penurunan. Tercatat setoran CHT turun 7,3 persen secara tahunan sampai dengan Maret lalu.
https://money.kompas.com/read/2024/04/27/210000026/pemerintah-dinilai-perlu-buat-formula-baru-kenaikan-tarif-cukai-rokok