Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Fajar Marta

Wartawan, Editor, Kolumnis 

Pajak, Gayus, Tax Amnesty

Kompas.com - 19/04/2016, 20:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Saya teringat cerita seorang pejabat PPATK yang menceritakan bagaimana informasi PPATK tentang pengemplang pajak malah dimanfaatkan petugas pajak untuk memeras wajib pajak bersangkutan.

Kita pun masih ingat beberapa oknum pajak sempat menghebohkan negeri ini seperti Gayus HP Tambunan, Bahasyim Assifie, Dhana Widyatmika dan lainnya.

Banyak modus yang bisa dilakukan pegawai pajak untuk korupsi, mulai dari menerima suap untuk meringankan pembayaran oleh wajib pajak hingga jasa konsultasi agar pembayaran pajak bisa lebih kecil dari seharusnya.

Gaji yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pegawai negeri sipil (PNS) lainnya ternyata tidak menyurutkan niat korupsi pegawai pajak.

Gayus, Bahasyim, dan Dhana merupakan contoh betapa mudahnya korupsi di Ditjen Pajak.

Gayus, misalnya, hanya dalam kurun tujuh tahun bekerja di Ditjen Pajak sudah bisa mengumpulkan pundi-pundi lebih dari Rp 100 miliar.

Bahasyim, meskipun dalam rentang waktu yang lebih panjang, kekayaan yang dikumpulkannya tetap spektakuler, mencapai Rp 61 miliar.

Sementara Dhana, dalam usia 37 tahun, disebut-sebut sudah memiliki kekayaan hingga Rp 60 miliar.

Yang juga menarik dari kasus ketiganya adalah bagaimana cara masing-masing mencuci uang haramnya.

Gayus paling konvensional karena menaruh begitu saja asetnya dalam rekening bank dan safe deposit box.

Bahasyim sedikit lebih maju. Meskipun masih disimpan dalam sistem perbankan, uangnya diputar-putar antar-rekening keluarganya, persis seperti mesin cuci yang memutar pakaian kotor. Semakin diputar-putar, tentu makin sulit ditemukan asal-usul dana itu.

Nah, modus pencucian uang yang paling canggih sejauh ini adalah milik Dhana. Ia tidak lagi mengandalkan sistem keuangan semata seperti halnya Gayus dan Bahasyim.

Dhana ternyata lebih banyak mencuci uangnya di sektor riil.

Dhana memiliki banyak usaha, mulai dari bisnis jual-beli mobil, minimarket, perdagangan, hingga properti.

Modus pencucian uang yang dilakukan Dhana jelas lebih sulit dideteksi karena menggunakan rekening perusahaan.

Setiap transaksi yang dilakukan perusahaan, besar atau kecil, biasanya dianggap normal.

Jadi jelaslah, bahwa tax amnesty dan penegakan hukum tidak hanya semata soal aturan, tetapi juga integritas para petugas pajak itu sendiri.

Menerapkan tax amnesty dan penegakan hukum tanpa membenahi pengawasan petugas pajak hanya akan menimbulkan masalah baru.

Semua tentu tak berharap tax amnesty dan penegakan hukum malah dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab.

Jika itu yang terjadi bisa-bisa bukan Ditjen pajak yang melakukan penegakan hukum kepada para pengemplang pajak, tetapi KPK yang menegakkan hukum terhadap para oknum pajak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com