Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relaksasi Ekspor Bijih Nikel Ancam "Smelter" Nasional?

Kompas.com - 21/09/2016, 10:52 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

Senada dengan Dimas, Hari pun berkeyakinan pasar dalam negeri tak akan terganggu dengan ceruk pasar internasional tersebut.

Selain soal kadar nikel dari bijih yang bisa diekspor, tegas Hari, kekhawatiran itu tidak beralasan bila menengok ketersediaan cadangan dan angka penyerapan di dalam negeri.

“Total jenderal, cadangan nikel kami lebih dari 900 juta ton, sementara penggunaan di dalam negeri di kisaran 3 juta ton per tahun, termasuk dari kami di kisaran 1,2 juta ton per tahun,” papar Hari.

Hari memperkirakan, pada 2017 penggunaan bijih nikel di dalam negeri memang akan naik. Namun, itu pun masih di kisaran 8 juta ton per tahun.

“Seiring selesainya banyak smelter baru, tak cuma punya Antam ya,” ujar Hari.

Data Antam menyebutkan, cadangan bijih nikel perusahaan ini mencapai 988,3 juta ton. Dari jumlah itu, 580,2 juta ton masuk kategori kadar nikel di atas 1,8 persen, sementara selebihnya memiliki kadar nikel di bawah 1,8 persen.

Dengan semua data itu, Hari berkeyakinan relaksasi ekspor mineral mentah khususnya untuk bijih nikel tak akan mengganggu program hilirisasi yang bergulir lewat UU Minerba. “Jalan terus,” tegas dia.

Sebagai catatan tambahan, Hari pun mengungkapkan Antam terus-menerus melakukan efisiensi. Gambaran paling jelas adalah penurunan biaya produksi, di  tengah berlanjutnya tren penurunan harga nikel.
Hari menambahkan, relaksasi juga bukan berarti kembali membuka selebar-lebarnya keran ekspor bijih mineral. Sejumlah persyaratan harus dipenuhi perusahaan tambang untuk dapat mengekspor lagi bijih mentah mineral.

“Tidak semua perusahaan tambang bisa ekspor lagi. Ada syarat punya smelter, meski baru proses pembangunan, sampai berapa persen prosesnya,” sebut Hari tentang contoh persyaratan tersebut.

Karenanya, Hari berpendapat, beragam kekhawatiran dan rumor yang menyelimuti wacana relaksasi ekspor minerba—terlebih lagi bila dikaitkan dengan kinerja Antam—menjadi tak relevan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com