JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia dinilai perlu melakukan upaya pasti dan cepat untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Kini, persentase EBT baru menyentuh sekitar 13 persen.
Penasehat Senior untuk Kebijakan Energi, dan Pimpinan IISD-GSI Indonesia Program, Philip Gass mengungkapkan, saat ini negara-negara di dunia tengah berlomba mendorong realisasi EBT dalam rangka menghadapi perubahan iklim. Sejatinya, kondisi itu memaksa seluruh negara di dunia untuk mempercepat realisasi baurannya.
"Kami melakukan interview ke akademisi, industri, pemerintah, lembaga donor, maupun organisasi masyarakat. Semua setuju kita harus mencapai, tetapi bagaimana kita bisa mencapainya lebih cepat," kata Philip dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Baca juga: Untuk Capai Target Bauran Energi Terbarukan, RI Perlu Lakukan Ini
Dia menyebutkan, saat ini Indonesia punya kesempatan dan peluang untuk terus meningkat persentase EBT melihat kondisi yang ada. Karena itu, pemerintah Indonesia harus melihat kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini untuk perbaikan kedepannya.
“Turunnya biaya energi terbarukan secara dramatis akhir-akhir ini membuka kesempatan bagi Indonesia untuk meraih keuntung dari sumber energi terbarukannya," tuturnya.
Menuru dia, dalam laporan IISD juga memberikan rekomendasi tentang perubahan kebijakan utama yang diyakini akan meningkatkan penanaman modal di seltor energi terbarukan. Karena hal ini cenderung terhambat oleh insentif fiskal untuk energi fosil dan perluasan penggunaan batubara
Sementara itu, Peneliti Utama IISD Anissa Suharsono mengatakan, berdasar pada realisasi bauran EBT pada 2017 sekitar 12,2 persen dianggap sulit untuk mencapai target bauran 23 persen untuk pembangkitan pada 2025 ssuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.
Baca juga: Penyumbang Pemanasan Global Paling Besar dari Sektor Energi
Annisa memandang, ada sejumlah masalah yang menyebabkan EBT sulit berkembang di Indonesia. Seperti persoalan harga di produsen listrik swasta dengan PLN, regulasi yang belum mendukung, batasan teknologi, subsidi penggunaan energi fosil, serta penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkitan di daerah terpencil.
Berdasarkan hasil studi IISD terbaru, ada empat rekomendasi utama yang diusulkan kepada pemerintah untuk mencapai bauran EBT 23 persen. Masing-masing menghentikan penggunaan batu bara, memperbesar penggunaan energi matahari, membuat harga listrik yang adil antara fosil dan EBT, dan saatnya mentransisi penggunaan biofuel ke bioenergi.
"Fokus pada bioenergi yang memanfaatkan limbah dan kalau bisa gunakan sumber daya alam lokal akan lebih efektif. Kebijakan biofuel lebih mahal untuk mewujudkan energi hijau," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.