Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim, Indonesia Harus Percepat Realisasi Energi Baru Terbarukan

Kompas.com - 25/09/2019, 19:44 WIB
Murti Ali Lingga,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia dinilai perlu melakukan upaya pasti dan cepat untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Kini, persentase EBT baru menyentuh sekitar 13 persen.

Penasehat Senior untuk Kebijakan Energi, dan Pimpinan IISD-GSI Indonesia Program, Philip Gass mengungkapkan, saat ini negara-negara di dunia tengah berlomba mendorong realisasi EBT dalam rangka menghadapi perubahan iklim. Sejatinya, kondisi itu memaksa seluruh negara di dunia untuk mempercepat realisasi baurannya. 

"Kami melakukan interview ke akademisi, industri, pemerintah, lembaga donor, maupun organisasi masyarakat. Semua setuju kita harus mencapai, tetapi bagaimana kita bisa mencapainya lebih cepat," kata Philip dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Baca juga: Untuk Capai Target Bauran Energi Terbarukan, RI Perlu Lakukan Ini

Dia menyebutkan, saat ini Indonesia punya kesempatan dan peluang untuk terus meningkat persentase EBT melihat kondisi yang ada. Karena itu, pemerintah Indonesia harus melihat kekurangan dan kelemahan yang ada saat ini untuk perbaikan kedepannya.

“Turunnya biaya energi terbarukan secara dramatis akhir-akhir ini membuka kesempatan bagi Indonesia untuk meraih keuntung dari sumber energi terbarukannya," tuturnya.

Menuru dia, dalam laporan IISD juga memberikan rekomendasi tentang perubahan kebijakan utama yang diyakini akan meningkatkan penanaman modal di seltor energi terbarukan. Karena hal ini cenderung terhambat oleh insentif fiskal untuk energi fosil dan perluasan penggunaan batubara

Sementara itu, Peneliti Utama IISD Anissa Suharsono mengatakan, berdasar pada realisasi bauran EBT pada 2017 sekitar 12,2 persen dianggap sulit untuk mencapai target bauran 23 persen untuk pembangkitan pada 2025 ssuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028.

Baca juga: Penyumbang Pemanasan Global Paling Besar dari Sektor Energi

Annisa memandang, ada sejumlah masalah yang menyebabkan EBT sulit berkembang di Indonesia. Seperti persoalan harga di produsen listrik swasta dengan PLN, regulasi yang belum mendukung, batasan teknologi, subsidi penggunaan energi fosil, serta penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkitan di daerah terpencil.

Berdasarkan hasil studi IISD terbaru, ada empat rekomendasi utama yang diusulkan kepada pemerintah untuk mencapai bauran EBT 23 persen. Masing-masing menghentikan penggunaan batu bara, memperbesar penggunaan energi matahari, membuat harga listrik yang adil antara fosil dan EBT, dan saatnya mentransisi penggunaan biofuel ke bioenergi. 

"Fokus pada bioenergi yang memanfaatkan limbah dan kalau bisa gunakan sumber daya alam lokal akan lebih efektif. Kebijakan biofuel lebih mahal untuk mewujudkan energi hijau," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Daftar 30 Mitra Distribusi Pembelian Sukuk Tabungan ST012 dan Linknya

Whats New
Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km Per Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com