Apabila pemerintah tidak mampu menarik investor dan menambah pelaku industri, maka diyakini lempengan konsentrat yang tidak terserap pelaku usaha dalam negeri akan semakin tinggi.
Riza menilai hal ini berlawanan dengan visi pemerintah yang ingin fokus mendorong nilai tambah melalui hilirasi.
"Pemerintah ingin meningkatkan hilirasasi, makanya dibangun smelter kedua. Tapi ini kan belum ada pabrik-pabrik lagi yang menamung," tuturnya.
Menurut dia, produk dari smelter bukan lah suatu bentuk hilirisasi yang benar. Pasalnya, nilai tambah dari konsetrat ke lempangan tembaga tidak lebih dari 5 persen.
Baca juga: BRI: Karyawan Huawei yang Dilarikan ke RS Bukan karena Virus Corona
"Tembaga yang kita hasilkan nilai tambahnya sudah 95 persen, kemudian yag dimurnikan jadi 100 persen," katanya.
Dengan margin keuntungan yang sangat tipis, Riza menyayangkan apabila pemerintah tidak mampu menarik investor untuk membangun pabrik di dalam negeri.
Sebab, pembangunan smelter Gresik membutuhkan biaya investasi sebesar 3 miliar dollar AS atau setara Rp 42 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dollar AS).
Dengan margin yang sangat tipis, akan memakan waktu yang sangat lama agar Freeport mampu mendapatkan keuntungan dari smelter ini.
Baca juga: Mau Investasi SBR009 Mulai Rp 1 Juta? Begini Cara Pesannya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.