Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Freeport Minta Pemerintah Tarik Investor Demi Serap Tembaga

Kompas.com - 23/01/2020, 19:04 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Freeport Indonesia meminta pemerintah untuk menarik investor asing untuk membangun pabrik yang bisa menyerap lempengan tembaga hasil produksi perusahaan tambang tersebut.

Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, saat ini Freeport melalui PT Smelting sudah bisa memurnikan 1 juta ton konsetrat tembaga setiap tahunnya.

Namun, pabrik-pabrik dalam negeri hanya mampu menyerap 50 persen dari hasil pemurnian tersebut. Sementara sisanya masih di ekspor ke luar negeri.

"Jadi Freeport menghasilkan konsentrat, kemudian melalui Smelting menghasilkan produk katoda, lempengan katoda. Yang diserap industri (dalam negeri) hanya 50 persen," tutur dia di Jakarta, Kamis (23/1/2020).

Baca juga: Apa Kabar Proyek Smelter Freeport? Ternyata Masih Pemadatan Tanah

Freeport menilai pasar dalam negeri sudah tidak lagi mampu menyerap lempengan tembaga yang dihasilkan oleh Freeport.

Tidak terserapnya lempengan tembaga Freeport diproyeksi akan semakin meningkat apabila nantinya pabrik pengolahan dan permunian atau smelter tembaga di Gresik beroperasi.

Sementara itu, smelter Gresik yang rencananya mulai beroperasi pada tahun 2023, diperhitungkan mampu memproduksi lempengan katoda dengan kapasitas 2 juta ton.

Maka secara total smelter-smelter yang dimiliki Freeport akan mampu memproduksi lempengan katoda dengan kapasitas 3 juta ton.

Baca juga: Freeport: Sudah Tidak Ada Lagi Aktifitas di Tambang Terbuka Grasberg

Apabila pemerintah tidak mampu menarik investor dan menambah pelaku industri, maka diyakini lempengan konsentrat yang tidak terserap pelaku usaha dalam negeri akan semakin tinggi.

Riza menilai hal ini berlawanan dengan visi pemerintah yang ingin fokus mendorong nilai tambah melalui hilirasi.

"Pemerintah ingin meningkatkan hilirasasi, makanya dibangun smelter kedua. Tapi ini kan belum ada pabrik-pabrik lagi yang menamung," tuturnya.

Menurut dia, produk dari smelter bukan lah suatu bentuk hilirisasi yang benar. Pasalnya, nilai tambah dari konsetrat ke lempangan tembaga tidak lebih dari 5 persen.

Baca juga: BRI: Karyawan Huawei yang Dilarikan ke RS Bukan karena Virus Corona

"Tembaga yang kita hasilkan nilai tambahnya sudah 95 persen, kemudian yag dimurnikan jadi 100 persen," katanya.

Dengan margin keuntungan yang sangat tipis, Riza menyayangkan apabila pemerintah tidak mampu menarik investor untuk membangun pabrik di dalam negeri.

Sebab, pembangunan smelter Gresik membutuhkan biaya investasi sebesar 3 miliar dollar AS atau setara Rp 42 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per dollar AS).

Dengan margin yang sangat tipis, akan memakan waktu yang sangat lama agar Freeport mampu mendapatkan keuntungan dari smelter ini.

Baca juga: Mau Investasi SBR009 Mulai Rp 1 Juta? Begini Cara Pesannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com