Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan Pungutan Cukai Sri Mulyani, Kopi Susu Saset hingga Asap Knalpot

Kompas.com - 29/02/2020, 10:00 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Sri Mulyani Indrawati beralasan, fenomena semakin meningkatnya penyakit obsesitas dan penyakit gula jadi alasan perlunya pengenaan cukai pada minuman berpemanis.

"Kita tahu ada beberapa penyakit karena konsumsi gula berlebihan seperti diabetes melitus obesitas dan lainnya. Prevelensi diabetes melitus dan obesitas meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu 11 tahun," kata dia.

Minuman yang terkena cukai antara lain minuman berpemanis gula dan pemanis buat siap konsumsi, serta minuman berpemanis dalam bentuk konsentrat yang perlu proses pengenceran, seperti kopi sachet dan minuman berenergi bubuk.

Sejauh ini ada dua klasifikasi jenis produk dan tarif cukai terhadap minuman berpemanis. Pertama, cukai untuk teh kemasan dengan usulan tarif Rp 1.500 per liter. Kedua, cukai untuk minuman berkarbonasi dengan usulan tarif Rp 2.500 per liter.

Adapun yang menjadi subyek cukai untuk minuman berpemanis yaitu pabrikan dan importir dan untuk tarif cukai sifatnya spesifik multi tarif atau berdasarkan kandungan gula dan pemanis buatan.

3. Emisi karbon

Pengenaan cukai baru ketiga yang diusulkan Sri Mulyani yaitu emisi gas buang atau asap kendaraan. Tujuannya, untuk meredam tingkat polusi akibat CO2 yang dihasilkan dari knalpot kendaraan berbahan bakar fosil.

Namun, tidak semua kendaraan akan dikenakan cukai. Diantaranya, kendaraan yang tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) atau kendaraan listrik, kendaraan umum, pemerintah, dan kendaraan kepemilikan khusus seperti damkar, ambulans, serta kendaraan untuk diekspor.

"Obyek cukai yang kami sarankan diperuntukkan kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi CO2 atau karbon dioksida," kata Sri Mulyani.

Adapun mekanisme pembayarannya dilakukan sama seperti cukai bagi kantong plastik dan minuman berpemanis. Menurutnya, jika usulan tersebut diterima maka pemerintah berpotensi mendapat penerimaan cukai sebesar Rp 15,7 triliun.

"Mekanisme pembayaran dilakukan sama seperti plastik dan minuman tadi, yaitu saat keluar dari pabrik atau pelabuhan," ujar dia.

(Sumber: KOMPAS.com/Elsa Catriana | Editor: Bambang P. Jatmiko)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com