Masyarakat meyakini bahwa emas batangan merupakan salah satu instrumen diversifikasi yang baik. Sebagaimana yang terjadi pada saat ini dimana ketika pasar sedang gonjang ganjing, harga emas terus mengalami kenaikan.
Namun untuk Indonesia, menurut saya pasar untuk emas masih kurang efisien. Sebab untuk harga pembelian dan penjualan emas batangan masih dimonopoli oleh satu perusahaan. Kemudian pada prakteknya terdapat selisih yang cukup jauh antara harga penjualan dengan harga pembelian kembali.
Baca juga: Valuasi Saham Kian Murah, Reksa Dana Saham Bisa Dilirik
Dari aspek kenyamanan, membeli emas batangan agak repot karena tidak semua investor memiliki sarana untuk menyimpan secara fisik. Jika dititipkan, biasanya ada biaya bulanan yang harus ditanggung.
Selain emas, sebenarnya dari kacamata pasar modal, mata uang USD juga merupakan salah satu instrumen diversifikasi yang baik. Sebab sama seperti emas, ketika kondisi sedang kurang baik, biasanya mata uang USD juga menguat terhadap Rp
Sebagai gambaran nilai tukar USD berdasarkan kurs tengah BI pada akhir tahun 2019 adalah di sekitar 13.900. Pada bulan Maret 2020 ini telah naik ke 14.300an, sehingga investor yang membeli USD pada tahun lalu telah mengalami keuntungan.
Sebab USD lebih mudah dibeli dan disimpan dibandingkan emas batangan. Penjualan mata uang USD ke Rp juga selisih jauh seperti halnya harga jual beli emas.
Sebagai gambaran, kinerja antara IHSG, RDPT, dan Kurs USD terhadap Rp (berdasarkan Kurs Tengah BI) untuk periode yang sama adalah sebagai berikut :
• Tahun 2015 IHSG -12.13% vs RDPT +3% vs USD +10.92%
• Tahun 2016 IHSG +15.32% vs RDPT +8.02% vs USD -2.60%
• Tahun 2017 IHSG +19.99% vs RDPT +10.72% vs USD +0.83%
• Tahun 2018 IHSG -2.54% vs RDPT -2.20% vs USD +6.89%
• Tahun 2019 IHSG +1.70% vs RDPT +9.00% vs USD -4.01%
• Year to Date 11 Maret 2020 IHSG -17.12% vs RDPT +1.60% vs USD +3.04%
Dari data di atas, perlu disadari bahwa dollar AS juga bisa rugi sebagaimana yang terjadi pada tahun 2016 dan 2019. Namun yang menariknya adalah ketika IHSG negatif di tahun 2015, 2018 dan 2020 ini, dollar AS selalu positif.
Dengan kata lain, dollar AS merupakan instrumen diversifikasi yang lebih baik dibandingkan reksa dana pendapatan tetap. Sebab tidak pernah dalam IHSG dan dollar AS turun bersamaan.
Untuk itu dalam melakukan aset alokasi untuk menyeimbangkan risiko di reksa dana saham, investor bisa mempertimbangkan reksa dana pendapatan tetap dan USD. Berapa bobot alokasi yang ideal?
Ini merupakan pertanyaan umum yang sering ditanyakan. Sayangnya tidak ada jawaban yang pasti karena profil risiko setiap investor berbeda. Untuk itu, bobot alokasi yang ideal sebaiknya disesuaikan dengan profil risiko investor.
Tujuan dari aset alokasi adalah untuk mengurangi risiko dari reksa dana saham. Dengan demikian ketika investor membuat portofolio dengan aset alokasi katakan 30 persen reksa dana saham dan 70 persen reksa dana pendapatan tetap, harus diukur bagaiman risikonya jika 100 persen semuanya di reksa dana saham.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menggunakan data IHSG, Rata-rata Reksa Dana Pendapatan Tetap dan Kurs dollar AS dari tahun 2001 hingga Maret 2020, dengan menggunakan rata-rata perbandingan risiko 3 tahunan, risiko dari suatu portofolio Saham – Reksa Dana Pendapatan Tetap dan Saham – Reksa Dana Pendapatan Tetap – USD terhadap risiko IHSG adalah sebagai berikut :