Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Target Perekonomian 2021, Rasio Pajak Terendah dalam 10 Tahun

Kompas.com - 13/05/2020, 07:31 WIB
Mutia Fauzia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Sri Mulyani pun memaparkan dengan kondisi tersebut, pemerintah mengangkat tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi untuk kebijakan fiskal tahun 2021.

Fokus pemulihan perekonomian nantinya meliputi pemulihan industri pariwisata dan investasi, selain itu juga reformasi sistem kesehatan nasional serta jaring pengaman sosial dan reformasi di bidang sistem ketahanan bencana.

"Fokus pembangunan ini diharapkan mampu menghidupkan kembali mesin ekonomi nasional," ujar Sri Mulyani.

Baca juga: Chatib Basri: Bansos Juga Perlu untuk Masyarakat Rentan Miskin

Dengan mempertimbangkan segala risiko dan ketidakpastian yang ada, serta potensi pemulihan ekonomi global dan nasional di tahun depan, Sri Mulyani mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2021 adalah sebagai berikut:

  • Pertumbuhan ekonomi 4,5-5,5 persen;
  • Inflasi 2,0-4,0 persen;
  • Tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67-9,56 persen;
  • Nilai tukar Rupiah Rp 14.900-Rp15.300 per dollar AS;
  • harga minyak mentah Indonesia 40-50 dollar AS per barrel;
  • lifting minyak bumi 677-737 ribu barrel per hari;
  • lifting gas bumi 1.085-1.173 ribu barrel setara minyak per hari.

Defisit Anggaran 4,17 Persen

Sri Mulyani pun memaparkan, untuk defisit anggaran pada tahun 2021 diusulkan oleh pemerintah sebesar 3,21 persen hingga 4,17 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca juga: Cara Cairkan Saldo Kartu Prakerja di OVO, LinkAja dan GoPay

Melebarnya angka defisit tersebut diimbangi dengan pembiayaan atau rasio utang di kisaran 36,67 persen hingga 37,97 persen terhadap PDB. "Pembiayaan dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan (sustainable) agar rasio utang terjaga dalam batas aman," jelas Sri Mulyani.

Seperti diketahui besaran batasan rasio utang yang diusulkan oleh pemerintah tersebut masih di bawah batas maksimal yang ditentukan oleh Undang-undang Keuangan Negara sebesar 60 persen dari PDB.

Adapun besaran pembiayaan defisit di atas 3 persen mengacu pada Perppu Nomor 1 tahun 2020 agar proses pemulihan perekonomian yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19) bisa berjalan secara bertahap dan tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian.

Baca juga: Dahlan Iskan Heran Alasan DPR Ngotot RI Cetak Uang Rp 600 Triliun

"Hal ini mengingat, kebijakan fiskal menjadi instrumen yang sangat strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi," jelas Sri Mulyani.

Angka defisit anggaran pada 2021 juga telah menghitung anggaran belanja dan pendapatan. Sri Mulyani bilang anggaran belanja negara diperkirakan berada dalam kisaran 13,11-15,17 persen terhadap PDB.

Untuk target pendapatan negara pada tahun 2021, diperkirakan sekitar 9,90-11,00 persen terhadap PDB.

Lebih rinci dijelaskan, dari sisi pendapatan, yang berasal dari sektor perpajakan diperkirakan 8,25-8,63 perseb terhadap PDB. Lalu dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sekitar 1,60-2,30 persen terhadap PDB, sedangkan pendapatan yang berasal dari hibah sekitar 0,05-0,07 persen dari PDB.

Sri Mulyani menyatakan, anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan mencapai 8,81-10,22 persen terhadap PDB. Sedangkan untuk anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar 4,30-4,85 persen terhadap PDB.

Baca juga: KSPI Tolak Kebijakan yang Izinkan Karyawan di Bawah Usia 45 Bisa Kembali Bekerja

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com