Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PLN Jelaskan Hitungan Tagihan Listrik Juli yang Membengkak

Kompas.com - 06/07/2020, 11:16 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT PLN (Persero) buka suara soal kembali naiknya tagihan listrik yang dialami sejumlah pelanggan pascabayar.

Perusahaan pelat merah tersebut memastikan, membengkaknya tagihan listrik tersebut bukan diakibatkan kenaikan tarif ataupun praktik subsidi silang, guna menutupi kerugian stimulus yang diberian kepada pelanggan golongan 450 VA dan 900 VA subsidi.

Vice President Public Relations PLN Arsyadani Ghana Akmalaputri mengatakan, salah satu penyebab membengkaknya tagihan listrik ialah adanya komponen biaya tambahan yang perlu dibayarkan oleh pelanggan.

Baca juga: Sony Ubah Nama, Jadi Apa?

Komponen biaya tersebut merupakan cicilan tagihan listrik rekening Juni yang dibebankan pada rekening Juli, Agustus, dan September.

Sebagaimana diketahui, PLN mengeluarkan kebijakan cicilan pembayaran rekening Juni untuk pelanggan yang mengalami kenaikan tagihan di atas 20 persen.

Adapun skema cicilan yang diberikan PLN ialah, pelanggan membayarkan 40 persen dari selisih tagihan bulan sebelumnya saat menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian 3 bulan.

Baca juga: Pemerintah Sudah Bayar Utang ke PLN dan Pertamina Rp 14,3 Triliun

Kemudian 60 persen sisanya dibayarkan dengan cara dicicil pada tiga bulan selanjutnya yakni Juli, Agustus dan September, masing-masing 20 persen dari selisih tagihan yang belum dibayarkan sebelumnya.

Putri memberikan contoh kasus pelanggan pascabayar yang kembali mengalami kenaikan tagihan listrik, dengan inisial XY.

"Pelanggan atas nama XY , karena Covid-19, bulan April (rekening Mei) dibaca rata-rata kWhnya 3 bulan terakhir 82 kWh ditambah 79 kWh ditambah 93 kWh dibagi 3, sama dengan 84 kWh atau sebesar Rp 113.568," tuturnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (6/7/2020).

Baca juga: Kata Bos BI, Ini Kunci UMKM Bisa Tumbuh di Masa New Normal

Lalu, pada bulan Mei kWh meter sudah kembali dibaca petugas langsung di lokasi pelanggan dengan pemakaian naik sebesar 373 kWH, sehingga tagihan melonjak dan seharusnya yang mesti dibayar adalah sebesar Rp 504.296, naik sebesar Rp 390.728 dari tagihan bulan Mei.

Kemudian, XY pada tagihan Juni memperoleh relaksasi sebesar 40 persen. Jadi Rp 390.728 dikali 40 persen menjadi Rp 156.291. Sehingga, tagihan yang perlu dibayarkan hanya sebesar Rp 113.568 ditambah Rp 156.291, yakni Rp 269.859.

"Sisa 60 persen akan ditambahkan ke tagihan bulan Juli, Agustus dan September masing-masing sebesar 20 persen atau Rp 78.146 setiap bulannya," kata Putri.

Baca juga: Mengintip Kekayaan yang Dimiliki Prabowo Subianto

Pada bulan Juni petugas tetap membaca di lokasi pelanggan dan tercatat pemakaian pelanggan sebesar 208 kWH atau masih lebih besar dibanding sebelum ada Covid-19, dengan tagihan sesungguhnya sebesar 208 kWh dikalikan Rp 1352 per kWh sama dengan Rp 281.216.

Namun, ada tambahan cicilan relaksasi sehingga tagihan Juli menjadi Rp 281.216 ditambah Rp 78.146 menjadi Rp 359.362.

Jika ditambahkan dengan pajak penerangan jalan atau PPJ sebesar 3 persen dari tagihan sebelum penambahan relaksasi, maka tagihan total sebesar Rp 367.798.

"Besaran PPJ tiap daerah berbeda tergantung penetapan pemerintah daerah setempat," ucap Putri.

Baca juga: Ini Tanggapan Tokopedia soal Bocoran Data Pengguna yang Beredar di Facebook

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com