Padahal, kata Alphonzus, saat PSBB transisi diberlakukan saja, kapasitas kunjungan yang diperbolehkan juga tidak tercapai. Kini, kondisi pengusaha kian terjepit saat PSBB kembali diperketat.
"Pada saat PSBB transisi diizinkan buka, kami tetap alami defisit, karena kapasitas 50 persen pun tidak tercapai, hanya sekitar 30-40 persen," ungkapnya.
Akibatnya, lanjut dia, banyak pengusaha food and beverage (F&B) memilih untuk menutup tokonya sementara karena pendapatan dari hasil penjualan tak mampu menutupi biaya operasional. Sebagian besar pendapatan memang didapat dari layanan dine in, yang saat ini tak bisa dilakukan.
"Ini sekarang yang cukup mengkhawatirkan, sebagian dari mereka (F&B) terpaksa merumahkan karyawannya karena pilih tutup sementara. Kondisi ini yang harus diselamatkan," tegas Alphonzus.
Baca juga: Keberatan Dikabulkan, Grab Lolos dari Denda KPPU Rp 30 Miliar
Ia menilai, pemerintah perlu menaruh perhatian bagi pengusaha mal dan ritel untuk bisa bertahan karena kegiatan ekonomi di sektor ini cukup besar. Ini sekaligus dapat membantu mendorong perekonomian untuk bangkit dari jurang resesi.
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menambahkan, perlu upaya pemerintah untuk menolong peritel guna bertahan di masa pandemi. Sebab, jika banyak peritel yang gulung tikar akan sulit perekonomian untuk bisa pulih kembali.
"Pemerintah dan juga semua pemangku perlu kerja sama menggerakan kembali. Kalau sampai ritelnya ini tutup, akan sangat sulit untuk kami kembali (bangkit). Kami sejak Maret sampai sekarang ini, itu adalah perjuangan maksimal dari kami," ungkap Budihardjo.
Baca juga: Besok, Pemerintah Lelang Sukuk Negara dengan Target Rp 10 Triliun
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.