Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Merefleksi Arti Warna dalam Perspektif Pemasaran

Kompas.com - 26/10/2020, 14:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Adapun untuk otomotif warna biru, abu-abu, merah, putih dan hitam paling banyak disukai (Mundell, 1993).

Meski preferensi warna terkait erat dengan produk, pengaruh budaya terhadap makna warna tidak dapat diabaikan. Perusahaan Pharmavite’s Nature Made memproduksi vitamin dengan kemasan berwarna hitam bergaris putih.

Sejumlah wawancara yang dilakukan pihak perusahaan dengan konsumen menunjukkan bahwa mereka mengira vitamin yang dijual adalah racun karena warna hitam diasosiasikan sebagai racun di dalam budaya Barat.

Sebuah studi mengenai asosiasi warna menunjukkan bahwa makna warna konsisten di beberapa negara sementara yang lain tidak.

Lebih dari 50 persen konsumen di China, Korea, Jepang dan Amerika memilih hijau sebagai warna label yang paling tepat untuk sayuran dan warna kuning sebagai warna kemasan permen.

Tidak ada kesepakatan tentang warna yang tepat untuk sabun, rokok dan obat sakit kepala (Jacobs et al, 1991).

Tingkat keterlibatan

Hal lain yang patut menjadi perhatian pemasar adalah keterkaitan warna dengan tingkat keterlibatan konsumen atas produk yang dibeli.

Produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high involvement) mengandung arti bahwa konsumen termotivasi untuk mengambil keputusan secara berhati-hati atas pilihan produk yang akan dibeli seperti pada saat membeli mobil, rumah dan sebagainya.

Perilaku yang sebaliknya terjadi pada pembelian produk dengan keterlibatan rendah (low involvement) seperti permen, makanan kecil dan sebagainya.

Sejumlah studi menunjukkan bahwa pembelian konsumen atas produk high involvement tidak atas pertimbangan preferensi warna semata. Terdapat formulasi yang lebih kompleks ketika konsumen mempertimbangkan pembelian produk high involvement.

Sebaliknya, sejak evaluasi atribut produk menjadi kurang penting dalam pembelian produk low involvement, faktor preferensi warna menjadi aspek yang lebih penting di dalam pemilihan produk oleh konsumen (Grossman dan Wisenblit, 1999).

Implikasi bagi pemasar

Asosiasi warna di mata konsumen terhadap produk telah memberikan tantangan dan peluang bagi pemasar. Penting sekali untuk memahami makna warna dari sudut pandang konsumen dengan mempertimbangkan budaya yang berbeda di tiap negara serta daerah. Kekeliruan memilih warna yang tepat membuat konsumen enggan membeli yang berujung pada kegagalan penjualan.

Di sisi lain, makna warna telah memberikan peluang bagi pemasar untuk menciptakan asosiasi warna baru yang dapat dikendalikan.

Lebih mudah bagi pemasar untuk menciptakan asosiasi untuk produk baru daripada produk yang telah eksis, karena konsumen telah membentuk asosiasi tersendiri.

Asosiasi baru akan menciptakan diferensiasi produk, sebuah awal yang baik untuk merebut perhatian pasar, relevan untuk kondisi saat ini.

Dengan demikian dalam pengembangan produk, warna harus dipilih dengan kehati-hatian. Jangan sekali berucap apalah arti sebuah warna, karena warna punya banyak makna.

Dr Keni, SE, MM
Frangky Selamat, SE, MM

Dosen tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tarumanagara

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com