"Produk UMKM harus mengarah pada custom product, yaitu produk yang disesuaikan dan dirancang untuk promosi merk atau produk yang dipersonalisasikan," ucap Teten.
Teten juga melihat, kelemahan UMKM di Indonesia yang belum masuk dalam sistem produksi nasional maupun global.
Hal ini berbeda dengan UMKM di China, Jepang, maupun Korea Selatan.
Baca juga: BPK Temukan 13.567 Permasalahan Senilai Rp 8,97 Triliun di Semester I 2020
Di sana, produk mereka seperti elektronik dihasilkan UMKM masing-masing negara tersebut dan merupakan bagian dari rantai pasok indutri besar.
Sementara di Indonesia gap-nya terlalu lebar sehingga belum mampu jadi sebuah mata rantai produksi.
Hanya saja, Teten melihat masih ada peluang atau potensi bagi koperasi untuk bisa berperan sebagai agregator, konsolidator bagi UMKM, agar bisa mencapai skala bisnis untuk kemudian dihubungkan dengan ekosistem atau rantai produk ekonomi nasional
"Saya kira, daerah juga harus melihat keungulan domestiknya. Kita punya kekayaan daerah seperti produk kelautan, perkebunan, dan perikanan, yang belum diolah secara optimal. Itu bisa dikembangkan dalam produk kustom. Dan ini yang akan saya kombinasikan dengan koperasi," jelas dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.