“Mereka tidak berada dalam rantai pasok yang sama. Jika kita lihat dari krisis yang terjadi, baik di tahun 1998 maupun 2008, yang semakin besar adalah usaha mikro, bukan usaha kecil dan menengah,” ujarnya.
Meski begitu, lanjutnya, UMKM di Indonesia memiliki banyak kemewahan karena populasi sumber daya manusia (SDM) yang besar serta sumber daya alam (SDA) cukup kaya.
Untuk itu, langkah pengembangan yang akan dilakukan pemerintah, menurut Riza, adalah menempatkan UMKM dan industri besar dalam gelanggang yang sama.
Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) adalah contoh bagaimana korporasi coba menaikkelaskan UMKM yang ada di sekitarnya.
Dalam webinar tersebut hadir pula pekebun dan pendiri Kelompok Tani Mekar Jaya, Tanjung Jabung Barat, Jambi, Supari. Dia menceritakan kisahnya yang harus memulai babak baru usahanya.
Supari mengatakan, usaha tersebut berjalan berkat bantuan delapan ekor sapi dari perusahaan untuk diternakkan dalam pola integrasi sapi-sawit, hingga jumlahnya berkembang mencapai 60 ekor.
Torehan tersebut dilirik perusahaan dengan menarik kelompoknya ke dalam program DMPA, Di program ini Supari menyatakan kelompoknya mendapat pendampingan intensif, termasuk dukungan pendanaan melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Hal tersebut pun membuat Supari mampu memanfaatkan peluang pengembangan usaha pupuk organik memanfaatkan kotoran ternak serta limbah perkebunan sawit.
Baca juga: Lewat UMKM, Kemendag Berupaya Jaga Kestabilan Ekonomi Nasional
“Melihat kotoran ternak yang melimpah, juga limbah dari pabrik pengolahan kelapa sawit, kami terinspirasi memanfaatkannya menjadi pupuk organik guna peremajaan sawit,” ucapnya.
Bertahap, mulai dari capaian 10 ton, naik ke 200 ton, bahkan kini mencapai 1.000 ton per bulan, Kelompok Tani Mekar Jaya mampu menjaring pendapatan hingga Rp 1 miliar per bulan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.