Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Meski Indonesia Resesi, Likuiditas Perbankan Nasional Solid

Kompas.com - 20/11/2020, 12:46 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Industri perbankan nasional hingga saat ini dalam keadaan sangat sehat dan tidak mengalami masalah likuiditas meskipun Indonesia resesi.

Hal ini merupakan hasil dari kerjasama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, serta LPS yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip memaparkan saat ini industri perbankan memiliki likuiditas yang melimpah, sehingga pasar uang antarbank tidak ramai. Ini menandakan perbankan tidak mengalami kekurangan likuiditas.

Baca juga: LPS Ungkap Tekanan Likuiditas Mulai Hilang, Ini Indikatornya

Kondisi tersebut sangat berbeda dari krisis 1998 di mana perbankan nasional mengalami kekeringan likuiditas dan pasar uang antarbank sangat ramai, bahkan bunga yang ditetapkan cukup tinggi.

“Ini menunjukkan ada pengawasan yang cukup baik terhadap industri perbankan oleh OJK, meski di sisi lain penyaluran kredit perbankan cukup rendah karena serapan kredit yang terbatas akibat pandemi,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Melimpahnya likuiditas tersebut tecermin dari rasio alat likuid terhadap non core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap pihak ketiga (AL/DPK).

Per Oktober 2020 rasio AL/NCD di posisi di level 154,14 persen dan AL/DPK 32,94 persen.

Posisi itu meningkat dari periode Maret 2020 ketika Indonesia memasuki awal pandemi, di mana AL/NCD di posisi 112,9 persen dan AL/DPK 24,16 persen. Sementara, batas bawah yang ditetapkan adalah di level 50 persen untuk AL/NCD dan AL/DPK 10 persen.

Sunarsip menjelaskan rendahnya serapan kredit merupakan tugas bersama antara berbagai pihak, yakni pemerintah selaku otoritas fiskal, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, serta OJK yang bertanggung jawab terhadap kebijakan mikro prudensial dalam hubungannya dengan industri perbankan.

Karenanya, berbagai pelonggaran diperlukan agar kegiatan penyaluran kredit bisa kembali seperti semula.

Baca juga: OJK Minta Asosiasi Fintech Disiplinkan Para Anggotanya

 

Semakin besar penyaluran kredit, recovery ekonomi nasional juga akan semakin cepat.

“Kita lihat pertumbuhan kredit bank selama pandemi ini hanya 1 persen, hal itu sangat berpengaruh terhadap perekonomian nasional yang sejauh ini minus sekitar 3 persen. Jika pertumbuhan kredit ditingkatkan, tentu akan mampu mendongkrak perekonomian nasional,” jelasnya.

Dalam kaitannya dengan pelonggaran kredit, Sunarsip menyatakan pengawasan harus tetap dilakukan secara maksimal meskipun ada sejumlah kebijakan yang direlaksasi.

“Dalam hal ini posisi OJK sangat penting. Selain mengefektifkan kebijakan mikro prudensial, peran pengawasan perbankan oleh OJK begitu dibutuhkan. Jangan sampai peran-peran yang dijalankan oleh OJK ini terganggu oleh adanya kegaduhan,” lanjut Sunarsip.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com