Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kaleidoskop 2020: Saat Pasar Modal Indonesia Perlahan Bangkit dari Keterpurukan Setelah Diterpa Corona

Kompas.com - 24/12/2020, 14:55 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak wabah virus corona merebak di Indonesia pada awal Maret 2020, seluruh sektor hancur lebur diterjang pandemi.

Tidak terkecuali pasar modal Indonesia yang jatuh di titik terendahnya pada 24 Maret 2020, menyentuh level 3.937,63.

Dampak awal dari kemunculan pandemi berimbas pada penurunan harga saham, terutama saham siklikal (cyclical stock) atau emiten yang rentan terhadap siklus bisnis dan terikat erat dengan kondisi ekonomi.

Baca juga: Vaksin Covid Bawa Sentimen Positif ke Pasar Modal, Waktunya Investasi?

Tidak sedikit perusahaan yang kesulitan untuk bertahan, lantaran mengalami penurunan kinerja.

Perusahaan yang masih memiliki modal, tetap bertahan dengan penerapan disiplin protokol kesehatan dan aktivitas pekerjaan dilakukan di rumah.

Sebagian yang tak mampu bertahan, mengambil jalan pintas dengan melakukan PHK kepada sejumlah karyawannya untuk menyelamatkan masa depan bisnis.

Kondisi resesi pun tak terelakkan.

Setelah beberapa negara mengumumkan resesi di kuartal II, akhirnya Indonesia menyusul di kuartal III tahun 2020.

Baca juga: OJK Dorong Masyarakat Pahami Pasar Modal Sebelum Berinvestasi

Resesi terjadi setelah Indonesia dua kali mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.

Pada kuartal II, terkontraksi minus 5,32 persen dan disusul pada kuartal III dengan pertumbuhan ekonomi yang sedikit lebih baik namun masih minis, yakni minus 3,49 persen.

Berikut jatuh bangun perjalanan pasar modal Indonesia sepanjang tahun 2020:

1. Kebijakan BEI menahan penurunan indeks lebih dalam

Dalam kondisi sulit ini penurunan indeks gila-gilaan terjadi.

Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Self Regulatory Organization (SRO) menerapkan beragam antisipasi untuk meminimalisir penurunan emiten lebih dalam.

Beberapa hal yang menjadi kebijakan saat pandemi Covid-19 antara lain auto rejection asimetris, trading halt, pelarangan short selling, buyback saham tanpa RUPS dalam kondisi pasar berfluktuasi signifikan, perubahan batasan auto rejection menjadi asymmetric, perubahan batasan trading halt, dan penyesuaian sesi perdagangan di pre-opening.

Baca juga: Jelang Tutup Tahun, BEI Catatkan Penurunan Volume Transaksi

Trading halt merupakan kebijakan untuk menahan harga saham agar tidak turun lebih dalam karena terjadi panic selling atau kondisi yang menekan aksi jual oleh investor.

Trading halt dilakukan ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 5 persen.

Sementara auto rejection asimetris adalah kebijakan yang menahan penurunan harga saham hingga 7 persen.

Tidak hanya itu, kebijakan relaksasi juga diberlakukan untuk tetap mendukung industri pasar modal bertahan di tengah masa sulit.

Adapun relaksasi yang diberlakukan adalah pemenuhan prinsip keterbukaan, relaksasi dalam meyampaikan kewajiban pelaporan, serta stimulus bagi industri pengelolaan investasi.

2. Kebijakan saat new normal

Perlahan tapi pasti, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) nyatanya mendorong pelemahan ekonomi lebih dalam lagi.

Maka dari itu, pemerintah mulai memberlakukan protokol dan aturan dengan yang disebut sebagai new normal pada 1 Juni 2020.

Dengan kondisi tersebut, ekonomi mulai berputar, namun dengan tetap mengedepankan standar protokol kesehatan

Baca juga: Ini 10 Rekor yang Dicapai BEI Sepanjang 2020

Dalam rangka menghadapi kenormalan baru, BEI memberikan beberapa kemudahan atau alternatif bagi investor dalam hal pemanfaatan teknologi menunjang kegiatan-kegiatan terkait dengan pasar modal.

Misalkan saja seremonial pencatatan secara virtual, mini expose virtual, public expose virtual, dan sosialisasi.

Kondisi ini disambut baik oleh investor dengan perlahan kenaikan IHSG berada pasa kisaran 4.000 sampai dengan 5.000-an.

3. Hari jadi Pasar Modal

Pada tanggal 10 Agustus 2020 bertepatan dengan hari jadi Pasar Modal Indonesia yang ke-43, BEI, OJK dan SRO mengadakan serangkaian kegiatan secara virtual untuk lebih meningkatkan partisipasi investor di pasar modal.

Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain, peluncuran e-IPO, e-Proxy, indeks IDX Quality30, roadmap Pasar Modal Syariah, seminar daring (webinar), dan beragam acara perlombaan yang berkaitan dengan pasar modal.

Pada periode ini, IHSG mulai menunjukkan tanda – tanda pemulihan dengan melewati angka psikologisnya di level 5.000, dan perlahan mulai merangkak naik.

Baca juga: 30 Saham Masuk dalam IDX ESG Leaders yang Baru Diluncurkan BEI

4. Investor retail bertambah

Penambahan investor atau SID baru Pasar Modal Indonesia (Saham, Obligasi, Reksa Dana, dan investor instrumen investasi pasar modal lainnya) di 2020 naik tertinggi sepanjang sejarah pasar modal dengan pertumbuhan 48,82 persen atau 1,21juta SID menjadi 3,69 juta SID per 10 Desember 2020.

Saat ini, jumlah investor saham per 10 Desember 2020 sebanyak 1,59 juta SID atau setara dengan 44,19 persen dari jumlah investor saham di Pasar Modal Indonesia.

Jumlah kepemilikan investor domestik juga mencatatkan posisi tertinggi sepanjang sejarah yakni dari Rp 3.491 triliun jumlah kepemilikan saham yang tercatat di BEI, 50,44 persen merupakan milik investor ritel domestik, sedangkan 49,56 persen dimiliki investor asing.

Baca juga: Jelang Akhir Tahun 2020, BEI Catat Kenaikan SID Tertinggi Sepanjang Sejarah

5. IHSG Ke level 6.000

Menjelang tutup tahun, dengan kehadiran vaksin Covid-19 dan rencana pemerintah memberikan vaksinasi gratis meningkatkan optimisme investor.

Laju IHSG yang sempat tertekan dari posisi 6.299,54 poin pada akhir 2019, lalu terjun ke level 3.937,63 poin pada 24 Maret 2020, kini perlahan IHSG kembali bangkit dan terus menguat hingga penutupan perdagangan Rabu (11/12) berada di level 6.008,7.

Hingga saat ini, total emisi Obligasi dan Sukuk yang telah tercatat sepanjang tahun 2020 berjumlah 469 Emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp 431,57 triliun dan 47,5 juta dollar AS, diterbitkan oleh 128 Emiten.

Baca juga: Sepekan IHSG Naik 2,80 Persen, Kapitalisasi Pasar Capai Rp 7.101 Triliun

Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 138 seri dengan nilai nominal Rp 3.861,26 triliun dan 400 juta dollar AS. Efek Beragun Aset (EBA) sebanyak 10 emisi senilai Rp 7,13 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com