Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedelai Mahal, Ini Kata Kementan Soal Produksi Lokal

Kompas.com - 03/01/2021, 19:11 WIB
Yohana Artha Uly,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perajin tahu dan tempe mengeluhkan mahalnya kedelai impor hingga melakukan aksi mogok produksi. Sebagian besar pasokan kedelai dalam negeri memang berasal dari impor bukan produksi lokal.

Oleh sebab itu pergerakkan harga kedelai di pasar global sangat mempengaruhi harga kedelai di dalam negeri. Lalu mengapa produksi kedelai lokal masih rendah?

Menurut Kepala Sub Direktorat Padi Irigasi dan Rawa, Direktorat Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Mulyono, masih sulitnya Indonesia untuk swasembada kedelai karena semakin rendahnya minat petani untuk menanam kedelai.

Baca juga: Mengapa Indonesia Begitu Bergantung Pada Kedelai Impor dari AS?

"Minat petani untuk menanam kedelai semakin berkurang, hal ini dikarenakan harga jual panen di tingkat petani sangat rendah," ungkapnya kepada Kompas.com, Minggu (3/1/2020).

Mulyono bilang, pemerintah memang telah mengatur harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani agar harganya tak terlalu rendah.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.

Di mana dalam beleid tersebut dikatakan bahwa harga acuan pembelian kedelai lokal di tingkat petani sebesar Rp 8.500 kilogram.

Sayangnya itu tak terealiasasi dengan baik di lapangan. Alhasil petani enggan menanam kedelai dan memilih menanam komoditas lain.

"Petani pun beralih ke komoditas lain yang lebih menjanjikan," ungkapnya.

Menurut Mulyono, Kementan berupaya mendorong pengembangan kedelai lokal, meskipun anggaran untuk pengembangan kedelai dalam negeri hanya mencakup 125.000 hektar di tahun 2021.

"Selain itu, kami tetap mendorong daerah-daerah sentra untuk terus menanam kedelai secara swadaya," kata Mulyono.

Baca juga: Produsen Mogok, Stok Tahu-Tempe di Pasar Sudah Berkurang

Sebelumnya, Pusat Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta meminta pemerintah merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006.

Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor, yang selalu mengikuti pergerakkan harga di pasar global.

Menurut Sekretaris Puskopti DKI Jakarta Handoko Mulyo, untuk menekan gejolak harga kedelai maka bisa saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor.

Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya bisa diatur pemerintah. "Swasembada kedelai bukan berarti kita anti impor, tetapi untuk menyeimbangkan," kata Handoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com