Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusuf Mansur Ramal Sektor Infrastruktur Bakal Cuan di Awal Tahun, Ini Kata Analis

Kompas.com - 07/01/2021, 17:23 WIB
Kiki Safitri,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ustad kondang Yusuf Mansur kembali meramal saham.

Kali ini, saham infrastruktur yang ia analisis, berdasarkan prinsip Mansurmology.

Dalam unggahannya di Instagram, Kamis (7/1/2021), Yusuf Mansur mengatakan, sektor infrastruktur berpeluang menang banyak pada Januari 2021.

Baca juga: Diramal Yusuf Mansur Bakal Cuan, Bagaimana Prospek Saham WSKT dan TGRA?

Hal ini dimungkinkan karena pemerintah membentuk Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund / SWF) dan juga aturan operasional konstruksi di masa pembatasan aktivitas masyarakat.

“Masih megangin sahamnya WIKA? Bulan ini adalah bulannya infrastruktur karena ada SWF dan konstruksi tetap 100 persen beroperasi meskipun ada PSBB,” kata Yusuf Mansur.

Yusuf juga merekomendasikan saham-saham infrastruktur milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dikoleksi.

“Pegangin aja saham-saham BUMN. Bismillaah... Walhamdulillaah,” kata dia.

Melansir RTI, pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) beberapa saham infrastruktur menguat.

Baca juga: Luhut Soal Pembangunan Infrastruktur Logistik: Mudah Mengkritik tetapi Tidak Mudah Dilakukan

Beberapa saham infra pelat merah seperti PT PP Persero (PTPP) melesat 8,9 persen di level 2.070.

Wijaya Karya (WIKA) menguat 3,37 persen di level 2.150.

Kemudian, Jasa Marga (JSMR) menguat 1,15 persen di level 4.400.

Sementara itu, Waskita Karya (WSKT) naik 0,6 persen di level 1.670, dan Adhi Karya (ADHI) masih mengalami suspensi.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan sektor infrastruktur di tahun ini mendapat benefit dari program SWF.

Baca juga: Menteri BUMN Erick Thohir Minta Kepala Daerah Perhatikan Suhu Penyimpanan Vaksin Covid-19

Tahun lalu, relokasi anggaran untuk sektor infrastruktur terhambat lantaran pandemi Covid-19.

Di tahun ini, pemerintah memacu pengerjaan infrastruktur dengan inisiatif menggunakan dana investor luar yang cukup besar melalui SWF.

“Kalau cerita infra itu, cerita perbaikan kondsi keuangan dan dukungan dana yang lebih besar dari negara-negara yang joining Indonesia SWF. Jadi, yang namanya infra itu katalisnya SWF,” jelas Budi kepada Kompas.com.

Menurut Direktur Utama PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee, program SWF merupakan pemecahan masalah sektor infrastruktur yang sebelumnya mengalami kendala pada modal.

Dia mengatakan, ada kendala antara si pemberi dana dan si pengguna dana, lantaran sektor konstruksi yang bentuk permodalannya jangka panjang.

Baca juga: Erick Thohir Minta Direksi BUMN Mau Jadi Mentor Bagi Generasi Muda

“SWF itu sentimen positif, artinya selama ini masalah yang dihadapi oleh infra dan konstruksi adalah pendanaan. Infra itu kan jangka waktu (pinjaman dana) 5 tahun hingga 25 tahun. Datangnya SWF ini bagus karena akan memberikan pendanaan dinama sumber pendanaannya jangka panjang digunakan untuk projek jangka panjang,” jelas Hans.

Hans menambahkan, tahun ini ada potensi kenaikan saham infrastruktur lantaran akses modal tersebut, setelah di tahun 2020 mengalami tekanan pasca bugeting infrastruktur dialokasikan untuk penanganan Covid-19.

“Tahun lalu, saham konstruksi itu tidak naik karena tidak ada pendanaan. Tahun ini vaksin sudah ketemu dan ekonomi akan pulih, pemerintah juga berusaha mendorong ekonomi keluar dari masalah krisis, salah satunya dengan belanja infrastruktur yang lebh banyak,” tegas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com