Di Indonesia kesadaran itu telah ada. Beberapa tahun lalu, beberapa startup lokal pernah menginisiasinya, bagaimana messenger dibuat dan dimiliki dalam negeri. Sayangnya, tumbang. Sebabnya memang butuh sumber daya besar untuk membangun platform seperti itu. Tak main-main.
Sebenarnya negara bisa hadir di situ. Juga sebagai solusi atas kebutuhan mendesak messenger nasional. Caranya bisa diinisiasi lewat BUMN atau anak perusahaannya. Lalu pengguna bisa diwadahi dalam satu koperasi, koperasi pengguna.
Koperasi ini membeli saham perusahaan tersebut. Tak perlu banyak-banyak, cukup 49 persen. Sisanya bisa tetap dikuasai negara. Namun adanya partisipasi pengguna sebagai kontrol atas platform itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
Saya yakin berbagai grup koordinasi pejabat kementerian/lembaga masih bergantung pada Whatsapp. Secara jangka panjang itu rentan dan mengkhawatirkan. Mengapa tidak membangun platform nasional untuk memenuhi kebutuhan birokrasi dan masyarakat. Atau sekurang-kurangnya mengakuisisi yang sudah ada. Sekarang momennya tepat.
Jadi, apa yang menarik dari film Wonder Woman 1984 dan kasus Whatsapp hari ini adalah distopia Orwell soal Bung Besar yang bangkit. Itu perlu diwaspadai. Sebaiknya kita mulai gotong royong membangun koperasi messenger, mumpung masih ada waktu, tanpa perlu menunggu Gal Gadot datang memberi pertolongan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.