Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga Pupuk Subsidi untuk Tutupi Kekurangan Anggaran 2021

Kompas.com - 18/01/2021, 19:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar Rp 300 hingga Rp 450 per kilogram.

Hal itu seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan Sarwo Edhy mengungkapkan, kenaikan harga tersebut menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan volume penyediaan pupuk bersubsidi di tahun ini karena adanya kekurangan anggaran.

Ia menjelaskan, awalnya volume pupuk bersubsidi tahun 2021 dialokasikan sebanyak 7,2 juta ton dengan total anggaran sebesar Rp 25,2 triliun. Alokasi ini bahkan sudah berkurang Rp 4,6 triliun dari anggaran di 2020.

Meski demikian, Kementan melihat kebutuhan alokasi pupuk subsidi perlu ditambah pada tahun ini menjadi 9,1 juta ton dengan anggaran Rp 32,5 triliun. Ini dengan mempertimbangkan rata-rata penggunaan pupuk subsidi sepanjang 2014-2020.

Baca juga: Dampak Pandemi, Jumlah Peserta BPJS Ketenagakerjaan Merosot

Alhasil dengan adanya peningkatan alokasi pupuk subsidi membuat terjadinya kekurangan anggaran sebesar Rp 7,3 triliun untuk tahun ini.

"Dasarnya ada penurunan anggaran di 2021. Kemudian alokasi kebutuhan di tambah, sehingga ada kekurangan uang Rp 7,3 triliun untuk alokasi pupuk subsidi," ujar Sarwo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (18/1/2021).

Oleh sebab itu, pemerintah mengambil tiga langkah untuk bisa menambal kekurangan tersebut. Terdiri dari penurunan harga pokok produksi (HPP), perubahan komposisi pupuk NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium), serta menaikkan HET pupuk subsidi.

Ia menjelaskan, upaya penurunan HPP pupuk subsidi dilakukan sebesar 5 persen yang menghasilkan efisiensi Rp 2,45 triliun. Langkah ini sesuai dengan rekomendasi KPK, BPK, dan BPKP, serta Kementerian Keuangan.

Baca juga: Kronologi Larangan Ekspor Bijih Nikel yang Berujung Gugatan Uni Eropa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com