Ia kembali menggarisbawahi, faktor penting dalam ketahanan energi adalah keadilan terhadap akses energi. Karena itu, menurutnya persoalan energi sesungguhnya juga sangat terkait dengan persoalan kemiskinan.
“Sebagai contoh, sekalipun tingkat elektrifikasi sudah mencapai 99 persen, tetap saja masih banyak wilayah yang belum mendapatkan akses listrik. Sementara banyak rumah tangga miskin yang meskipun tersedia infrastruktur listrik di wilayahnya tetap tidak mendapatkan akses karena terdapat entry barrier untuk membayar biaya pemasangan listrik dan membeli perlengkapan terkait,” ucapnya.
Khusus untuk subsidi listrik, ia melanjutkan, upaya untuk mendorong keadilan memang telah dimulai sejak tahun 2017 sejak pemerintah memberlakukan kebijakan subsidi listrik tepat sasaran untuk kelompok daya 900 VA.
“Jumlah masyarakat miskin yang menikmati subsidi listrik meningkat dari hanya 26 persen sebelum 2017 menjadi 44 persen pada tahun 2018. Akan tetapi penerima subsidi listrik saat ini masih didominasi oleh kelompok dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi,” kata dia.
Baca juga: Inflasi Januari 0,26 Persen, Harga Cabai Rawit hingga Tahu-Tempe Jadi Pendorong
Ma’ruf Amin mengakui, Indonesia masih sangat tergantung pada energi fosil yang sebagian besar justru diimpor.
“Ketergantungan kita terhadap energi fosil yang diimpor harus secara bertahap diganti dengan energi yang bersumber dari energi terbarukan yang tersedia secara lokal,” ucapnya.
Menurut data Dewan Energi Nasional (DEN), bauran energi primer nasional tahun 2019 sebesar 37,15 persen dari batubara; 33,58 persen dari minyak bumi; 20,13 persen dari gas bumi dan 9,15 persen dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
Ia menegaskan, pemanfaatan EBT menjadi salah satu program prioritas untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap energi fosil. Pemerintah menargetkan bauran energi terbarukan pada tahun 2025 sebesar 23 persen dan terus ditingkatkan sampai 31 persen tahun 2050.
Namun saat ini Indonesia masih jauh dari target tersebut, karena pemanfaatan energi baru terbarukan saat ini masih berada di kisaran 9,15 persen.
“Kita perlu belajar dari beberapa negara yang telah sukses dalam pemanfaatan energi baru terbarukan seperti Jerman, di mana bauran energi primer dari Energi Baru Terbarukan telah mencapai 85 persen dari energi nasionalnya,” paparnya.
“Sebagian besar Energi Baru Terbarukan di Jerman merupakan energi dari Tenaga Surya, angin, sampah biomassa, dan hidro-elektrik. Hal ini tentunya tidak lepas dari riset, inovasi dan investasi dari Pemerintah Jerman yang menyatakan bahwa tahun 2050 semua energi berasal dari energi hijau dan bersih,” lanjutnya.
Baca juga: Tiga Bank Syariah Merger, Ini Perubahan Layanan Nasabah di Masa Transisi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.