"Ini terjadi ketika semua negara melakukan countercyclical, terutama menggunakan instrumen APBN yang menyebabkan defisit meningkat dan rasio utang publik meningkat," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Makin Menumpuk, Utang Luar Negeri Indonesia Capai Rp 5.803 Triliun
Kendati demikian, wanita yang akrab disapa Ani ini menyatakan, kenaikan utang RI yang hanya satu digit masih lebih baik ketimbang negara lainnya.
Sebut saja AS yang utang publiknya mencapai 22,5 persen, Arab Saudi 10,6 persen, Jepang, 28,2 persen, Jerman 13,8 persen, Malaysia 10,3 persen, Prancis 20,6 persen, Italia 27 persen, Filipina 11,9 persen, dan Inggris 22,7 persen.
"Kita lihat Inggris, Italia, dan Perancis, maupun negara G7 kenaikannya utang semuanya di atas 20 persen hanya dalam 1 tahun. Artinya mereka menggunakan fiscal policy sangat kuat," ungkap Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan utang hingga dobel digit beberapa negara bahkan tak serta-merta membuat negara itu mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Sri Mulyani Anjurkan Masyarakat Manfaatkan Diskon Pajak Mobil Baru
Terlihat negara-negara itu kecuali AS masih mencatat pertumbuhan ekonomi negatif yang kian dalam. Di Inggris misalnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tetap negatif -9,9 persen.
Begitu pula di Filipina -9,5 persen, Italia -8,8 persen, Perancis -8,4 persen, dan Thailand -6,2 persen. Sementara AS terkontraksi -3,5 persen.
Adapun negara dengan pertumbuhan positif adalah China 2,3 persen dan Vietnam 2,9 persen.
"Semakin advanced negara itu, seperti di AS, Jepang, Jerman, kenaikannya utang semuanya dobel digit. Kontraksi yang dalam dan public dept yang melonjak tinggi menggambarkan betapa fiscal policy mengalami pukulan dobel," papar Sri Mulyani.
Baca juga: Rasio Utang Naik 8,5 Persen, Sri Mulyani: Lebih Baik dari AS hingga Inggris
Indonesia sendiri mengalami kontraksi ekonomi -2,1 persen sepanjang tahun 2020.
Sri Mulyani menyatakan, pihaknya akan teliti mengelola utang agar menghasilkan dampak positif bagi perekonomian.
Dia berharap, APBN tahun 2021 ini akan tetap terjaga dengan defisit anggaran sebesar 5,7 persen seiring berlanjutnya upaya penanganan Covid-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"Kita akan melihat terus secara teliti mana yang terus menghasilkan dampak positif, namun tidak berkontribusi (pada) kenaikan public dept secara luar biasa, dengan countercyclical yang dilakukan," pungkas dia.
Baca juga: Jokowi Pernah Janji Setop Impor Daging Sapi, Apa Kabarnya Kini?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.